Pemerintah Amerika Serikat (AS) meragukan pemerintah Indonesia akan dapat menangkap dalang di balik pembunuhan aktivis HAM Munir. AS juga mengatakan bahwa Badan Intelijen Negara (BIN) beberapa kali pernah mencoba membunuh Munir, salah satunya dengan ilmu hitam (santet).
Hal ini tertuang dalam laporan memo Kedutaan Besar AS di Jakarta yang diperoleh kantor berita The Sydney Morning Herald dari WikiLeaks. Pada laporan tersebut dikatakan bahwa diplomat AS di Jakarta mendapatkan penjelasan mengenai kasus Munir dari keterangan beberapa orang pejabat tinggi Polri.
Pada penjelasan tersebut, dikatakan bahwa pejabat tinggi BIN menjadi dalang pembunuhan Munir. Aktivis HAM ini juga bahkan pernah beberapa kali mengalami percobaan pembunuhan dengan berbagai cara.
Pada memo April 2007 yang berjudul 'Kemungkinan Keterlibatan Pejabat Tinggi' tersebut, sumber salah satu pejabat tinggi Kepolisian Indonesia mengatakan pada Kedubes AS pada Desember 2006 bahwa pejabat tinggi BIN tersangkanya.
"Pejabat polisi lainnya berharap dalang pembunuhan ini juga dapat terungkap," tulis memo tersebut dilansir dari laman The Sydney Morning Herald, Sabtu 18 Desember 2010.
Memo tersebut mengatakan bahwa seorang pengacara pembela HAM juga mengaku dia telah mendapatkan informasi dari polisi mengenai keterlibatan pejabat tinggi BIN tersebut.
"Pejabat Kepolisian memberitahukan kepada seorang pengacara HAM pada bulan Januari bahwa pejabat tinggi BIN tersebut memimpin dua pertemuan mengenai rencana pembunuhan Munir. Hal itu didasarkan atas pengakuan saksi dari BIN yang sampai sekarang takut untuk bersaksi secara formal di depan pengadilan," tulis memo tersebut.
"Pejabat polisi tersebut mengatakan bahwa waktu dan metode pembunuhan berubah dari rencana yang didiskusikan, sebelumnya Munir direncanakan akan dibunuh di kantornya," lanjut memo itu lagi.
Walau demikian, pejabat BIN tersebut tidak mendapatkan hukuman apapun atas keterlibatannya atas pembunuhan Munir yang dilakukan di dalam pesawat Garuda tujuan Belanda para 7 September 2004.
Para diplomat AS dalam memo tersebut juga meragukan keseriusan Polri dalam mengungkap kasus Munir. Memo mengatakan bahwa kemajuan yang dilakukan Polri hanya karena desakan dari masyarakat internasional. Muchdi PR yang menjadi terdakwa utama juga bebas, dia kini aktif berpolitik bersama Partai Gerindra.
Memo kedubes AS lainnya bulan Juni 2008 mengungkapkan, berbagai usaha pembunuhan Munir yang dilakukan BIN. Hal ini didapat dari bukti-bukti Kepolisian yang memuat hasil pertemuan beberapa pejabat BIN.
"BIN telah membuat beberapa skenario pembunuhan, termasuk menggunakan penembak jitu (sniper), bom mobil, dan bahkan ilmu hitam. Beberapa usaha pembunuhan gagal sebelum Munir akhirnya tewas diracun," ujar memo tersebut.
Menanggapi tuduhan di atas, pengacara Muchdi PR, Lutfi Hakim membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepada kliennya yang tercantum di WikiLeaks. Dia mengatakan bahwa catatan pada memo kedubes AS tidak berdasar dan tidak akan memberikan pengaruh apa-apa terhadap kasus Munir.
“Pernyataan pada kawat tersebut hanyalah judgement dan bukanlah fakta. Ini adalah sampah ala Amerika yang kasar dan tidak berdasar,” ujar Hakim.
Dia mengatakan bahwa pernyataan kedubes AS tersebut tidak bisa dijadikan bukti baru karena tidak menyertakan fakta-fakta. Dia mengatakan bahwa pernyataan tersebut baru dapat diakui kebenarannya jika disertai dengan bukti-bukti pendukung lainnya.
"Hal ini tidak bisa dijadikan bukti baru. Lain halnya jika mereka punya hasil sadapan, rekaman CCTV, maupun kesaksian saksi yang hadir dalam rapat tersebut. Maka dari itu saya katakan bahwa pernyataan itu adalah sampah,” ujarnya.
Pada penjelasan tersebut, dikatakan bahwa pejabat tinggi BIN menjadi dalang pembunuhan Munir. Aktivis HAM ini juga bahkan pernah beberapa kali mengalami percobaan pembunuhan dengan berbagai cara.
Pada memo April 2007 yang berjudul 'Kemungkinan Keterlibatan Pejabat Tinggi' tersebut, sumber salah satu pejabat tinggi Kepolisian Indonesia mengatakan pada Kedubes AS pada Desember 2006 bahwa pejabat tinggi BIN tersangkanya.
"Pejabat polisi lainnya berharap dalang pembunuhan ini juga dapat terungkap," tulis memo tersebut dilansir dari laman The Sydney Morning Herald, Sabtu 18 Desember 2010.
Memo tersebut mengatakan bahwa seorang pengacara pembela HAM juga mengaku dia telah mendapatkan informasi dari polisi mengenai keterlibatan pejabat tinggi BIN tersebut.
"Pejabat Kepolisian memberitahukan kepada seorang pengacara HAM pada bulan Januari bahwa pejabat tinggi BIN tersebut memimpin dua pertemuan mengenai rencana pembunuhan Munir. Hal itu didasarkan atas pengakuan saksi dari BIN yang sampai sekarang takut untuk bersaksi secara formal di depan pengadilan," tulis memo tersebut.
"Pejabat polisi tersebut mengatakan bahwa waktu dan metode pembunuhan berubah dari rencana yang didiskusikan, sebelumnya Munir direncanakan akan dibunuh di kantornya," lanjut memo itu lagi.
Walau demikian, pejabat BIN tersebut tidak mendapatkan hukuman apapun atas keterlibatannya atas pembunuhan Munir yang dilakukan di dalam pesawat Garuda tujuan Belanda para 7 September 2004.
Para diplomat AS dalam memo tersebut juga meragukan keseriusan Polri dalam mengungkap kasus Munir. Memo mengatakan bahwa kemajuan yang dilakukan Polri hanya karena desakan dari masyarakat internasional. Muchdi PR yang menjadi terdakwa utama juga bebas, dia kini aktif berpolitik bersama Partai Gerindra.
Memo kedubes AS lainnya bulan Juni 2008 mengungkapkan, berbagai usaha pembunuhan Munir yang dilakukan BIN. Hal ini didapat dari bukti-bukti Kepolisian yang memuat hasil pertemuan beberapa pejabat BIN.
"BIN telah membuat beberapa skenario pembunuhan, termasuk menggunakan penembak jitu (sniper), bom mobil, dan bahkan ilmu hitam. Beberapa usaha pembunuhan gagal sebelum Munir akhirnya tewas diracun," ujar memo tersebut.
Menanggapi tuduhan di atas, pengacara Muchdi PR, Lutfi Hakim membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepada kliennya yang tercantum di WikiLeaks. Dia mengatakan bahwa catatan pada memo kedubes AS tidak berdasar dan tidak akan memberikan pengaruh apa-apa terhadap kasus Munir.
“Pernyataan pada kawat tersebut hanyalah judgement dan bukanlah fakta. Ini adalah sampah ala Amerika yang kasar dan tidak berdasar,” ujar Hakim.
Dia mengatakan bahwa pernyataan kedubes AS tersebut tidak bisa dijadikan bukti baru karena tidak menyertakan fakta-fakta. Dia mengatakan bahwa pernyataan tersebut baru dapat diakui kebenarannya jika disertai dengan bukti-bukti pendukung lainnya.
"Hal ini tidak bisa dijadikan bukti baru. Lain halnya jika mereka punya hasil sadapan, rekaman CCTV, maupun kesaksian saksi yang hadir dalam rapat tersebut. Maka dari itu saya katakan bahwa pernyataan itu adalah sampah,” ujarnya.
sumber vivanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar