Kompas/Dody Wisnu Pribadi Kapolda Jatim Irjen Untung Suharsono Radjab (kiri tidak bertopi) didampingi mantan Mendiknas Prof Dr Malik Fadjar (kanan batik kuning) dan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr Muhadjir Effendy keluar dari Gedung Rektorat UMM menjelang pertemuan dengan para korban penipuan NII (Negara Islam Indonesia.)
Negara Islam Indonesia (NII) disebut menarik minat calon korbannya dengan memberikan kebebasan untuk memilih gadis cantik sebagai calon istri. Gadis-gadis cantik itu dapat dilihat saat acara pengajian khusus komunitas NII.
Keterangan ini disampaikan seorang pria dari Surabaya, Jawa Timur, berinisial AB. Ia kali pertama mengenal NII pada April 2000 beberapa saat setelah lulus dari STM Negeri di Surabaya. AB mengaku diajak teman sekolahnya untuk mengikuti sebuah pengajian yang banyak diikuti perempuan cantik.
Teman AB sudah menjadi pengikut NII dan telah berganti nama menjadi Ridwan. Tanpa berpikir panjang, AB pun menyambut ajakan temannya mengikuti forum pengajian di sebuah rumah di kawasan Rangkah, Surabaya, yang terdapat plakat nama perguruan silat di atasnya.Saat pengajian itu, AB langsung ditawari beberapa perempuan pengikut NII untuk memilih salah satu di antara mereka.
"Jika saya tertarik, maka saat itu juga dijanjikan langsung dinikahkan dengan wanita pilihan saya," ujar AB, kini berusia 29 tahun, dan tinggal di kawasan Surabaya selatan, Jumat (29/4/2011) petang, kepadaKompas.com.
Seperti halnya korban NII lain, AB juga menjalani proses "cuci otak" setelah bergabung. Dalam proses tersebut, mubalig yang menangani AB menjelaskan konsep Islam dan negara menurut NII. Tidak lupa, AB pun dimintai uang mahar senilai Rp 1 juta.
"Karena tidak punya uang, saya disuruh jual kendaraan roda dua yang saya miliki, tetapi saya menolak. Akhirnya saya terpaksa mengamen untuk mengumpulkan uang mahar itu," kata pria yang akan dijadikan polisi NII karena posturnya yang tinggi besar itu.
Semakin hari, AB merasa tidak nyaman dengan NII. Selain banyak ajaran yang tidak bisa dia terima, aktivis NII juga kerap mendatangi rumahnya untuk menagih uang mahar. AB lantas punya niat untuk keluar dari NII.
Namun, selalu saja dihantui ancaman bahwa siapa pun yang membelot dari komunitas itu akan dihukum pancung. Pergulatan batin antara ingin keluar dan bertahan itu berlangsung lama. Akhirnya, AB memutuskan keluar dari NII tanpa takut ancaman hukum pancung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar