Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket

Kamis, 10 Februari 2011

Biografi Kyai Haji Abdurrahman Wahid (Gus Dur)


Biografi Kyai Haji Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Kyai Haji Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Guru bangsa, reformis, cendekiawan, pemikir, dan pemimpin politik ini menggantikan BJ Habibie sebagai Presiden RI setelah dipilih MPR hasil Pemilu 1999. Dia menjabat Presiden RI dari 20 Oktober 1999 hingga Sidang Istimewa MPR 2001. Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil atau "Sang Penakluk", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada anak kiai.


Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara, dari keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya, KH. Hasyim Asyari, adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, KH Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren.

Ayah Gus Dur, KH Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama pada 1949. Ibunya, Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang.

Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda.

Akhir 1949, dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Dia belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari.

Gus Dur juga diajarkan membaca buku non Islam, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya. Pada April 1953, ayahnya meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

Pendidikannya berlanjut pada 1954 di Sekolah Menengah Pertama dan tidak naik kelas, tetapi bukan karena persoalan intelektual. Ibunya lalu mengirimnya ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan.

Pada 1957, setelah lulus SMP, dia pindah ke Magelang untuk belajar di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun).

Pada 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang dan mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai guru dan kepala madrasah. Gus Dur juga menjadi wartawan Horizon dan Majalah Budaya Jaya.

Pada 1963, Wahid menerima beasiswa dari Departemen Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, namun tidak menyelesaikannya karena kekritisan pikirannya.

Gus Dur lalu belajar di Universitas Baghdad. Meskipun awalnya lalai, Gus Dur bisa menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970.

Dia pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya, guna belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Baghdad kurang diakui di sini. Gus Dur lalu pergi ke Jerman dan Prancis sebelum kembali ke Indonesia pada 1971.

Gus Dur kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat.

LP3ES mendirikan majalah Prisma di mana Gus Dur menjadi salah satu kontributor utamanya dan sering berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa.

Saat inilah dia memprihatinkan kondisi pesantren karena nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur akibat perubahan dan kemiskinan pesantren yang ia lihat.

Dia kemudian batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.

Abdurrahman Wahid meneruskan karirnya sebagai jurnalis, menulis untuk Tempo dan Kompas. Artikelnya diterima baik dan mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial.

Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, sehingga dia harus pulang-pergi Jakarta dan Jombang.

Pada 1974, Gus Dur mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas. Satu tahun kemudian, Gus Dur menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam.

Pada 1977, dia bergabung di Universitas Hasyim Asyari sebagai dekan Fakultas Praktik dan Kepercayaan Islam, dengan mengajar subyek tambahan seperti pedagogi, syariat Islam dan misiologi.

Ia lalu diminta berperan aktif menjalankan NU dan ditolaknya. Namun, Gus Dur akhirnya menerima setelah kakeknya, Bisri Syansuri, membujuknya. Karena mengambil pekerjaan ini, Gus Dur juga memilih pindah dari Jombang ke Jakarta.

Abdurrahman Wahid mendapat pengalaman politik pertamanya pada pemilihan umum legislatif 1982, saat berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), gabungan empat partai Islam termasuk NU.

Reformasi NU


Menjelang Musyawarah Nasional 1994, Gus Dur menominasikan diri untuk masa jabatan ketiga. Kali ini Soeharto menentangnya. Para pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko, berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur.

Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat ABRI, selain usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU priode berikutnya.

Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang popularitasnya tinggi berencana tetap menekan Soeharto.

Gus Dur menasehati Megawati untuk berhati-hati, tapi Megawati mengacuhkannya sampai dia harus membayar mahal ketika pada Juli 1996 markasnya diambilalih pendukung Ketua PDI dukungan pemerintah, Soerjadi.

Pada November 1996, Gus Dur dan Soeharto bertemu pertama kalinya sejak pemilihan kembali Gus Dur sebagai ketua NU. Desember tahun itu juga dia bertemu dengan Amien Rais, anggota ICMI yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.

Juli 1997 merupakan awal krisis moneter dimana Soeharto mulai kehilangan kendali atas situasi itu. Gus Dur didorong melakukan gerakan reformasi dengan Megawati dan Amien, namun terkena stroke pada Januari 1998.

Pada 19 Mei 1998, Gus Dur, bersama delapan pemimpin komunitas Muslim, dipanggil Soeharto yang memberikan konsep Komite Reformasi usulannya. Gus Dur dan delapan orang itu menolak bergabung dengan Komite Reformasi.

Amien, yang merupakan oposisi Soeharto paling kritis saat itu, tidak menyukai pandangan moderat Gus Dur terhadap Soeharto. Namun, Soeharto kemudian mundur pada 21 Mei 1998. Wakil Presiden Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto. Salah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah lahirnya partai politik baru, dan pada Juni 1998, komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik baru.

Baru pada Juli 1998 Gus Dur menanggapi ide itu karena mendirikan partai politik adalah satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Partai itu adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pada 7 Februari 1999, PKB resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat presidennya.


Gus Dur memperoleh banyak gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lebaga pendidikan, yaitu:

- Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Netanya University, Israel (2003)

- Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Konkuk University, Seoul, Korea Selatan (2003)

- Doktor Kehormatan dari Sun Moon University, Seoul, Korea Selatan (2003)

- Doktor Kehormatan dari Soka Gakkai University, Tokyo, Jepang (2002)

- Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Thammasat University, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Sorborne University, Paris, Perancis (2000)

- Doktor Kehormatan dari Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan dari Twente University, Belanda (2000)

- Doktor Kehormatan dari Jawaharlal Nehru University, India (2000)

Rabu, 09 Februari 2011

Mau DI TINDIK seperti ini...ASIK BANGET NIH


Aneka macan Vending Machine

Rumah di bawah Bukit


Living under the mountain 
  














Don't ask me where this place is. 
I have no ideas either. 

Kekurangan tak membuatnya Putus asa


Oxford and Cambridge have now decided to remove the words CAN'T and IMPOSSIBLE from their dictionary
Visit Us @ www.MumbaiHangOut.Org
Jessica Cox of Tucson was born without arms, but that has only stopped her from doing one thing: using the word "can't."


Visit Us @ www.MumbaiHangOut.Org

Her latest flight into the seemingly impossible is becoming the first pilot licensed to fly using only her feet.


Visit Us @ www.MumbaiHangOut.Org
With one foot manning the controls and the other delicately guiding the steering column, Cox, 25, soared to achieve a Sport Pilot certificate. Her certificate qualifies her to fly a light-sport aircraft to altitudes of 10,000 feet..


Visit Us @ www.MumbaiHangOut.Org
"She's a good pilot. She's rock solid," said Parrish Traweek, 42, the flying instructor at San Manuel's Ray Blair Airport.


Visit Us @ www.MumbaiHangOut.Org
Parrish Traweek runs PC Aircraft Maintenance and Flight Services and has trained many pilots, some of whom didn't come close to Cox's abilities.


Visit Us @ www.MumbaiHangOut.Org
"When she came up here driving a car," Traweek recalled, "I knew she'd have no problem flying a plane."


Visit Us @ www.MumbaiHangOut.Org


Visit Us @ www.MumbaiHangOut.Org


Visit Us @ www.MumbaiHangOut.Org
Doctors never learned why she was born without arms, but she figured out early on that she didn't want to use prosthetic devices.


Visit Us @ www.MumbaiHangOut.Org 


Senin, 07 Februari 2011

9 Jenis orang yang paling mengganggu di FB





















Ada Peran AS Di Balik Tsunami Aceh

Mungkin ini berita lama tapi saya tertarik untuk mengulasnya lagi mengingat banyaknya kerusuhan yang melanda negera2 islam di dunia. Misteri rahasia tsunami di Aceh.

Dulu Presiden Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), DR Eggi Sudjana SH Msi mensinyalir, bahwa bencana yang menimpa NAD dan sekitarnya bukanlah gempa dan gelombang tsunami yang sesungguhnya. Akan tetapi sebuah gelombang bom termonuklir yang sengaja diledakkan di bawah laut.

Pendapat Eggi tersebut dikemukakan kepada Wawasan, usai dialog menyoal seratus hari pemerintahan SBY, di kantor pengacara Taufik SH di Solo. "Melalui pendapat dan analisa yang dikemukakan pakar nuklir independen asal Australia Joe Vialls, saya sepakat, bahwa ada indikasi kuat Amerika dengan dua kapal perangnya satu diantaranya bernama USS Abraham Lincoln, berada di balik tragedi itu," katanya.

Menurut Eggi, sebelum terjadi bencana itu, Amerika telah mengeluarkan travel warning kepada warganya agar tidak berkunjung ke Indonesia. Sementara masuknya kapal induk asing, cukup mengundang pertanyaan, kenapa diperbolehkan oleh pemerintah kita. Dengan kata lain, Jakarta tahu benar akan keberadaan kapal asing di perairan kita.



"Ada temuan kejanggalan lagi, CNN selama ini memberitakan bahwa pusat gempa terjadi di dekat pulau We. Sementara yang terjadi sesungguhnya di dekat pulau Nias dengan kekuatan gempa hanya 5,4 skala richter. Namun yang terjadi adalah sebuah gelombang susulan dengan kekuatan yang lebih dahsyat. Ironisnya, perusahaan AS Exxon yang ada di sana, luput dari bencana itu. Sehingga ada dugaan keras, ada senjata pemusnah massal yang diarahkan ke sana," paparnya.

Usai kejadian itu, lanjut dia, tentara AS di kapal induk USS Abraham Lincoln yang jumlahnya 15.600 personil langsung diterjunkan. Sementara Kopassus dan Pasukan Reaksi Cepat (PRC), yang fungsinya sebagai penanggulangan bencana sama sekali tak diturunkan. Sementara India, Srilanka dan Thailand menolak kehadiran tentara asing itu. Televisi Al Jazeera pernah menyiarkan, bahwa bencana di Aceh bukanlah akibat gelombang tsunami. Akan tetapi sebuah bom helium yang bersifat halus namun mematikan.

"Kami menduga India memang sudah tahu akan adanya bencana itu. Karena negara itu justru punya pencatat gempa, yang bisa membedakan mana gempa sungguhan dan mana gempa buatan. Di India di Tamil Nadu, merupakan pusat nuklir. Sehingga sudah terdeteksi dulu."

Menurut Eggi, Joe Vialls tahu benar senjata termonuklir yang diledakkan di bawah laut akan menimbulkan gelombang dahsyat. Sementara jika tsunami, ketinggian gelombang maksimal, tidak akan mencapai seperti yang terjadi di Aceh. "Sejarah juga mencatat, selamanya tsunami tidak berdampak membakar korbannya, karena air. Namun sempat ditemukan tiga orang anak nelayan Aceh yang terbakar dengan tubuh penuh oli."

Disinggung rencana besar apa di balik itu, Eggi mengatakan, AS ingin menjadikan pangkalan militernya di Aceh. Hal itu dikuatkan dengan ditolaknya percepatan militer itu untuk segera mengakhiri bantuannya di sana. Aceh juga akan dijadikan jaringan pasar bebas perdagangan AS. "Dalam kontek ini, SBY lemah, intelijen kita juga lemah. Apalagi TNI," jelasnya.

Nah gimana menurut teman2 apa tsunami aceh itu mutlak bencana alam atau memang ada Negara adikuasa yang merancang semuannya.

Seperti keadaan sekarang, beberapa negara Islam di timur tengah bisa mendadak kacau secara bersamaan. apakah mungkin rakyat ingin demokrasi ataukah ada Negara adi kuasa yang mengatur semuanya...

Antasari Azhar Ternyata Difitnah Membunuh Nasrudin Zulkarnaen


berita2.com (Jakarta): Mantan Wapres Jusuf Kalla menungkapkan bahwa kasus pembunuhanyang dilakukan oleh Antasari Azhar adalah fitnah. Antasari kini di dalam penjara. Oleh jaksa, ia dituntut hukuman mati. Pengadilan memutuskan 18 tahun penjara.

Jusuf Kalla pernyataan fitnah itu terkait dengan hujatan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belakangan ini. Ia menilai KPK sudahindependen dalam melakukan tugasnya. Hal tersebut terbukti dari KPK yang tertimpa isu miring.

"Ketuanya dapat fitnah membunuh orang. Bibit dan Chandra difitnah. Berarti memang kerap menjadi independen. Tapi kalau kita sia-siakan, KPK yang sudah dibikin mendapat cobaannya," ucapnya saat menghadiri acara Seminar Restorasi Nasional, Nasional Demokrat di JCC, Jakarta Pusat, Minggu 30 Januari 2011.
Mantan Wapres yang pernah menjadi Wakil Presiden SBY itu tidak menyebutkan siapa pihak yang melakukan fitnah tersebut. Sebagai seorang tokoh nasional dan negarawan, tentu JK tidak sekadar asal bicara.

Mantan Ketua KPK Antasari Azhar divonis 18 tahun atas kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Oleh Pengadilan Negeri di Jakarta Selatan, Abtasari dinyatakan terbukti bersalah.

Adalah Gayus Halomoan P Tambunan yang awalnya mengoceh seusai pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, bahwa kasus dirinya sengaja dialihkan ke mafia pajak untuk menutup skenario kasus Antasari Azhar, dimana Cirus Sinaga menjadi ketua tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sirus Sinaga adalah jaksa yang menangani kasus Antasari.