Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket

Rabu, 18 Juli 2012

BALADA SI FOKE


Dear All,
Janji Manis Fauzi KUMIS Bowo, saat pemilihan Gubernur, Musnah sudah ketika dua hari berturut-turut, Jakarta mengalami KEBANJIRAN, yang menyebabkan KEMACETAN yang sangat parah.
Berikut foto-foto BANG KUMIS yang berhubungan dengan KEBANJIRAN DI JAKARTA










SEPULUH Prestasi FOKE


 
SEPULUH Prestasi FOKE :
1. Satu-satunya gubernur yang bisa mengubah BANJIR menjadi GENANGAN AIR dan mengubah MACET menjadi PADAT MERAYAP.. hehehe
2. Pintar sekali dalam merampok uang rakyat dan merampok hak rakyat dalam fasos dan fasum, serta nunggak deviden PRJ bertahun-tahun TAPI tidak pernah diusut KPK, ini juga termasuk PRESTASI lho..hehehe
3. Cerdas dalam menghabiskan APBD DKI 160 Triliun bukan buat kesejahteraan rakyat tapi buat kesejahteraan gubernur dan kroni2nya
4. Membuat Jakarta tambah macet, eh padat merayap, maksud dari serahkan pada ahlinya adalah ahlinya bikin Jakarta tambah macet, eh padat merayap
5. Membangun mal-mal dengan izin suap, jika Jokowi terpilih 6 mal akan terancam gagal dibangun padahal Foke sudah terima suap
6. Membangun banyak mini market (alfamart, indomaret), terdaftar 80-an, Fakta: RIBUAN
7. Sebagai ahlinyee tata kota lalu menghabisi ruang terbuka hijau di jakarta, diubah menjadi apartemen mewah, mal, hotel, dsj
8. Membangun tiang MRT yang mangkrak sebagai monumen kegagalan kota
9. Sebagai ahli tata kota lalu membuat trotoar di jalan menjadi tempat jualan dan penuh pengemis
10. Membuat pusat perdagangan narkoba dan pusat prostitusi di Kampung Ambon dan Kampung Bali
SEPULUH Prestasi Foke inilah yang menyebabkan masyarakat Jakarta ingin sekali ‘nabok’ gubernurnya tapi ga bisa gara2 pengawalnya banyak..

Foke - Nara Terpilih Sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Seribu



13426212771773120918
koleksi pulauseribujakarta.com
KPUD Jakarta, jika tak ada penundaan, besok akan mengumumkan hasil Pilkada DKI Putaran I, namun ada bocoran yang ku dapat. Bocoran tersebut, tak jauh beda dengan hitungan cepat sebelumnya.
Apa pun hasil hitungan nanti, hanya super mujizat sajalah, yang bisa menjadikan Foke-Nara menang satu putaran, sebagaimana moto (basi) kampanye mereka. Dari lima Kodya (Administratif) dan satu Kabupaten DKI, hanya di Kabupaten Kepulauan Seribu (lihat peta), Fauzi-Nara, unggul jauh - menjauh dari kandidat-kandidat lainnya. Lima Kodya di Daratan DKI, Foke - Nara, tertatih-tatih sehingga tertinggal jauh di belakang Jokowi - Ahok.
Pasangan setengah incubent Foke - Nara hanya unggul di Kepulauan Seribu, wilayah DKI, yang lebih luas dari DKI wilayah daratan. Bagaimana jika mereka jadi Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Seribu!? Wah … pasti pas - pasti bisa - pasti berhasil.
Lihat data ini: Kepulauan Seribu yang terbentang antara 06°00’40” dan 05°54’40”  Lintang Selatan dan 106°40’45” dan 109°01’19” Bujur Timur.Total luas keseluruhan wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu, 11 kali luas daratan Jakarta, yaitu luas daratan mencapai 897.71 Ha dan luas perairan Kepulauan Seribu mencapai 6.997,50 Km2. Dengan luas wilayah Kabupaten yang luas serta menyimpan potensi ekonomi yang sangat luar biasa, dan belum tereksplor, maka tak salah jika Foke - Nara menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi  Kepulauan Seribu. Nah … tanda-tandanya udah ada khan … !
Bagaimana caranya!? Jika nanti Pilkada putaran II, Foke-Nara kalah di Daratan DKI, dan pasti menang di Kepulauan Seribu, maka Jokowi - Ahok segera melakukan pemekaran Wilayah DKI, dan angkat Foke-Nara sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur di sana. Mengapa harus mereka!? Karena memang Foke - Nara menang Pilkada di sana; gampang khan.
Jika ku jadi Foke - Nara, dan skenario di atas benar-benar terjadi, maka ku tak perlu malu; menerim apa adanya; dan menjadi Gubernur / Wakil Gubernur di Kepulauan Seribu.
Gimana Bang Foke - Nara, bagus khan usul ane!? Terima ya ….

Akhirnya Ketemu Kelemahan dan Kegagalan Jokowi


akhirnya-ketemu-kelemahan-dan-kegagalan-jokowi
Untuk kita ketahui, JokoWi terpilih menjadi walikota Solo pada periode kedua dengan rekor Muri untuk tingkat kemenangan tertinggi di Indonesia. Faktor utamanya adalah kepercayaan masyarakat bahwa JokoWi tidak mengambil keuntungan diri sendiri dengan menjadi pejabat publik. 


Dalam beberapa pemberitaan saya juga tau kalau JokoWi tidak pernah mengambil gajinya selama menjabat sebagai walikota Solo. Saya lalu tertantang untuk mencari berita atau pernyataan apakah JokoWi juga membuat pernyataan yang sama untuk pilkada DKI dan menyatakan tidak mau mengambil gajinya sebagai gubernur jika terpilih? 


Saat browsing tanpa sengaja saya malah menemukan video dengan judulnya yang membuat penasaran. Anda harus lihat videonya, dari judulnya saja sudah membuat gatal untuk mengikuti link tersebut. Saya kena sebuah jebakan judul yang tentunya selalu menarik untuk dibaca. Setelah saya tonton video tersebut, menurut saya sangat menarik dan layak untuk dipertontonkan di TV nasional. 


Berikut adalah penjelasan sang pengunggah video seputar Kelemahan dan kegagalan JokoWi...


Beberapa kegagalan Jokowi (Joko Widodo) saat menjabat sebagai walikota Solo terutama sekali adalah sikap bodoh karena tidak pernah mengambil gaji. Ini dinilai sebagai kegagalan dalam mensejahterakan keluarga dan mendzolimi diri sendiri.

Tidak adanya kesempatan untuk memberikan sedikit tips / hadiah dalam bentuk materi walaupun itu adalah upaya kerjasama demi rasa saling menguntungkan antara pihak investor dan pendapatan sampingan bagi Jokowi demi keluarganya adalah konyol dan sangat tidak lazim, dan dinilai tidak bisa memanfaatkan posisi jabatan sebagai walikota, yang seharusnya bisa mendapat berbagai keuntungan demi berbagai ‘kepentingan’ bersama.

Dibatasinya investor untuk mendirikan Mall-mall dan lebih mementingkan pasar-pasar tradisional yang cenderung mementingkan orang-orang melarat dan kumuh. Seringkali secara diam-diam membawa palu godam ke lapangan untuk mengecek langsung kualitas beton pada pembangunan-pembangunan gedung/pasar yang seharusnya itu tidak perlu dilakukan, karena bisa dengan menunggu laporan dari pihak pelaksana. Hal semacam ini bisa dikategorikan sebagai “buang-buang energi” karena tidak ada gaji tambahan untuk itu.

Tidak adanya kata ampun bagi para koruptor dan para pegawai yang tidak mau masuk pada system pemerintahannya (yang cenderung dituntut bekerja cepat), merupakan tindakan yang bisa dikategorikan sebagai diktator dan tidak manusiawi, karena bagaimanapun juga koruptor adalah juga manusia yang harus kita hormati.

Terlalu rajin mengontrol di lapangan secara langsung juga dinilai sangat kejam, karena sama sekali tidak memberikan kesempatan mark up untuk proyek-proyek pembangunan yang seharusnya bisa memberi keuntungan lebih dan upah sampingan bagi pihak/instansi terkait sebagai pelaksana.

Terlalu mementingkan kalangan menengah ke bawah, sehingga seringkali kebijakannya tidak memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi para pengusaha besar, terutama pengembang mega mall. Seharusnya yang miskin biarlah miskin dan tidak usah diberi berbagai fasilitas, karena itu sudah menjadi nasib mereka.

Badannya yang kurus karena terlalu sibuk mementingkan rakyat, bisa dikategorikan sebagai orang yang sama sekali tidak bisa memanfaatkan posisi jabatannya yang seharusnya bisa meraup keuntungan yang sebesar-besarnya bagi masa depan sanak keluarganya.

Dengan berbagai kelemahan dan kekurangan diatas, apakah JOKOWI layak menjadi pemimpin …….???


Asli saya bukan tim sukses JokoWi, tapi saya bermimpi untuk punya sosok pemimpin seperti apa yang dilakukan oleh JokoWi. Bahkan dalam sebuahtulisan yang judulnya agak kontroversial (yang akhirnya saya juga tertipu) mengatakan kalau predikat seperti Nabi (nabi-like) itu pantas disandangkan untuk Jokowi. Hal itu karena kampanye esok hari (1/7) JokoWi memindahkan kampanye dari GBK ke Parkir timur gara-gara tidak ingin massa bawaannya merusak “rumput” sebagaimana diberitakan Kompas.


Si penulis juga menjelaskan bahwa seperti Nabi (nabi-like) atau bahasa ilmiahnya adalah insan profetik (prophetic) yang berusaha dengan sekuat tenaga untuk bisa memegang dan mengamalkan ajaran-ajaran Nabi, meski untuk itu seperti memegang bara dalam kepalan tangan, tidak mudah tantangan dan penuh dengan cobaan serta cemoohan.

Sekarang saya mantap menentukan pilihan pada Pilkada jakarta tahun ini...Bagaimana dengan anda??


5 DAMPAK KEMENANGAN JOKOWI DI JAKARTA




Menurut perhitungan cepat oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan kemenangan kubu Jokowi dengan perolehan suara Jokowi-Ahok 43,04 persen suara, sedangkan Foke-Nara hanya 34,17 persen suara. Pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini berada di peringkat ketiga dengan 11,77 persen, disusul kemudian pasangan independen Faisal Basri-Biem Benyamin dengan 4,83 persen suara pada Pilkada DKI Jakarta kali ini.

Dan apabila perhitungan itu tepat, maka sebentar lagi akan diselenggarakan putaran kedua antara Jokowi dan Foke. Apabila Foke memenangkan pertarungan ini, saya kira Jakarta tak akan jauh beda dari sekarang. Namun apabila Jokowi terpilih nantinya, tentu akan terjadi perubahan yang saya kira akan berpengaruh ke berbaga aspek sosial dan politik di Jakarta. Namun khusus untuk masalah kemacetan dan banjir, saya kira siapapun Gubernurnya akan sulit jika tidak ada partisipasi dari masyarakat.


1. Majunya usaha lokal
Jokowi secara tegas menolak menjamurnya mall di Kota Solo, hal ini sepertinya juga akan diterapkan di Jakarta. Dengan menolak dan menyeleksi investor asing bukan berarti Jokowi mematikan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja di Jakarta, justru ia akan memajukan sektor tersebut dengan mendidik dan menyediakan tempat yang layak bagi pengusaha lokal yang berjumlah besar.


2. Berkurangnya wilayah pemukiman kumuh
Hal ini bisa dibuktikan saat pemerintahannya di Kota Solo. Dalam dua periode ia memerintah di Solo dengan APBD yang tidak terlalu banyak, pemukiman miskin dan kumuh semakin berkurang, bila Anda kurang percaya dengan hal ini Anda bisa tanya rekan Anda di Solo, apa yang terjadi di Solo dulu dan sekarang? Di Solo Jokowi mengganti pemukiman tak layak dengan sejumlah rusunawa yang layak huni.


3. Bertambahnya turis asing di Jakarta
Hal ini juga sudah terjadi di Solo. Dengan Jakarta yang mempunyai standar sebagai kota internasional akan lebih menarik lagi bagi turis asing untuk bertinggal lama-lama disini. Apabila Jakarta bersih, dan satu lagi apabila Jokowi dapat menyelesaikan masalah macet di Jakarta (inilah yang membuat turis tidak betah tinggal di Jakarta).


4. Jakarta lebih hijau
Tidak perlu diragukan lagi, sebagai lulusan sarjana kehutanan, Jokowi akan membuat Jakarta lebih hijau dari sekarang. Di Solo Jokowi benar-benar merealisasikannya dengan membangun dan memperbarui beberapa taman di Solo. Sudah pernah berkunjung ke Jalan Slamet Riyadi? Jakarta akan seperti itu nantinya.


5. Dukungan untuk PDIP dan Megawati bertambah
Untuk yang satu ini mungkin tak perlu saya jelaskan detailnya semua juga pasti sudah tahu. Dengan bobroknya sistem pemerintahan saat ini, dan melambungnya nama Jokowi di media massa (dan bila nantinya benar-benar terpilih sebagai Gubernur DKI) menjadi kesempatan emas partai banteng ini untuk meraih simpatik dari masyarakat.


Mengapa saya selalu mengambil contoh dari Kota Solo, karena rakyat yang cerdas sekarang ini hanya akan mendengar buktibukan janji. Dan semua rekam jejak dan bukti Jokowi dapat dilihat jika kita membicarakan Kota Solo, dan (Insyaallah) Jakarta.

Senin, 16 Juli 2012

Inilah Aliran Duit Sandiaga Uno Untuk SBY



Wahyu Romadhony
16 Jul 2012 11:56:30
Berdasarkan dokumen laporan audit yang diterima Aktual.co dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sandiaga menyumbang Rp1 miliar.
Data Sumbangan Sandiaga Uno (Foto:aktual.co/wahyu)
Jakarta, Aktual.co — Tersangka kasus korupsi Muhammad Nazaruddin mengungkapkan keterlibatan pengusaha muda, Sandiaga Salahuddin Uno, dalam kasus dugaan korupsi Wisma Atlet SEA Games XXVI di Palembang, Sumatera Selatan. Namun pengakuan Nazaruddin yang menyebut Sandiaga sebagai 'pengusaha muda' tidak pernah ditindaklanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Padahal, publik mengetahui Sandiaga merupakan komisaris PT Duta Graha Indah Tbk (DGI), kontraktor yag memenangkan proyek pembangunan wisma atlet senilai Rp200 miliar.

Sandiaga memang bukan pengurus DPP Partai Demokrat. Namun, namanya kerap dikaitkan dengan partai besutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini. Bahkan, pada 2010 silam Sandiaga sempat masuk dalam bursa calon Bendahara Umum PD, sebelum akhirnya disingkirkan oleh Muhammad Nazaruddin.

Redaksi Aktual.co menguak kedekatan Sandiaga dengan Partai Demokrat. Berdasarkan laporan audit independen dana kapanye Pemilihan Presiden pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono Tahun 2009, terungkap aliran dana dari Sandiaga ke partai pemenang Pemilu 2009 itu. Berdasarkan dokumen laporan audit yang diterima Aktual.co dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sandiaga menyumbang Rp1 miliar.

Transaksi Sandiaga tercatat pada tanggal 30 Juni 2009. Dalam kolom keterangan disebutkan alamat Sandiaga di Jl Galuh 2 No 18 RT 3/1 Selong Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Bukan hanya itu, Sandiaga juga menyumbang kampanye pemenang Pemilu 2009 ini lewat sejumlah perusahaannya.

PT Persada Capital Investama, salah satu perusahaan milik Sandiaga, diketahui menyumbang dana sebesar Rp3,5 miliar. Transaksi tersebut tercatat pada 25 Juni 2009. Sementara PT Saratoga Investama Sedaya menyumbang Rp4,17 miliar.

Bukan hanya sekali, Saratoga tercatat beberapa kali mengirimkan sumbangan dana kampanye. Setidaknya pada 25 Juni 2009 perusahaan ini mengirimkan dana sebesar Rp400 juta sebanyak empat kali. Tanggal 26 Juni PT Saratoga kembali mengirimkan uangan sebesar Rp400 juta sebanyak empat kali. Tanggal 29 Juni 2009 kembali mengirimkan Rp400 juta dalam tiga kali transaksi atau senilai Rp1,2 miliar.

Kecurangan Dalam Dua Pemilihan Umum Presiden

Kisah SBY dan Indro Tjahjono: Kecurangan Dalam Dua Pemilihan Umum Presiden



TELAH lebih dari sepuluh hari ini, berita kecurangan dan manipulasi suara untuk memenangkan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden dalam Pemilihan Umum Presiden RI 2004 maupun 2009, kembali bergulir. Tetapi, hanya melalui media sosial di jaringan dunia maya, dan boleh dikatakan tak mendapat tempat di kolom-kolom pemberitaan media cetak maupun televisi. Sumber berita, adalah Ir Indro Tjahjono, seorang aktivis gerakan kritis mahasiswa tahun 1978, seangkatan antara lain dengan Dr Rizal Ramli dan Ir Heri Akhmadi.

Berbicara di 'Rumah Perubahan', Jalan Gajah Mada Jakarta pekan lalu, Indro Tjahjono mengungkapkan bahwa KPU (Komisi Pemilihan Umum) telah melakukan kecurangan untuk memenangkan Susilo Bambang Yudhoyono dalam dua Pemilihan Presiden, baik di tahun 2004 maupun tahun 2009, melalui manipulasi sistem Informasi Teknologi (IT).

Indro merinci, dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden 2004, semua PC (personal computer) di KPU yang digunakan untuk penghitungan suara, telah diset-up dengan program khusus di malam hari. "Ketika tidak ada orang di KPU, malam-malam ada yang datang. Semua PC diisi program untuk memenangkan SBY", kata Indro. Dan, "yang terdongkrak secara ajaib adalah suara Partai Demokrat".

Manipulasi dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden 2009, lebih maju lagi selangkah. Semua unit PC yang akan dimasukkan ke KPU lebih dulu telah diset-up dengan program tertentu. Kecurangan IT pada Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2009 ini, menurut Indro, memang lebih complicated. "Pada 2009, tidak cukup dicurangi dari sisi IT, tetapi juga dilakukan rekaya manual. Salah satunya dari DPT (Daftar Pemilih Tetap). Rekayasa manual dicocokkan untuk pengontrolan suara dari sisi IT, agar jangan sampai hitungan IT melonjak, tetapi manualnya tidak cocok". Rekayasa manual itu, demikian Indro lebih jauh, diback-up dengan manipulasi IT. "Ini untuk memberi patokan kepada publik bahwa kemenangan yang diraih SBY atau Partai Demokrat, cukup besar. IT yang sudah diset-up akan mendekati hitungan suara manual yang sudah direkayasa melalui DPT".

Bila apa yang diungkapkan Indro Tjahjono ini mengandung kebenaran, ini adalah sesuatu yang spektakular sebenarnya. Namun, nyatanya berita itu tak mendapat perhatian spektakular dan tempat yang layak dalam kolom pemberitaan media cetak maupun media televisi. Tentu, ini cukup mengherankan. Apakah Indro Tjahjono yang di masa lampau punya reputasi aktivis gerakan moral kini surut dalam aspek kepercayaan publik dan atau khalayak politik, karena dia dan Rizal Ramli serta kawan-kawan, sudah dipandang sebagai bagian dari permainan politik praktis saat ini? Jadi, wajar kalau mereka melontarkan berbagai cara untuk mendiskreditkan lawan, katakanlah, dalam hal ini, Susilo Bambang Yudhoyono, terhadap siapa Rizal dan kawan-kawan sangat kritis? Dan karena tak ada reaksi signifikan di tengah publik, maka para pendukung SBY dan Partai Demokrat pun merasa tak perlu bereaksi yang malah akan memperbesar isu.

SEBENARNYA, Indro Tjahjono dan kawan-kawan di zamannya di tahun 1978, punya reputasi dan kredibilitas berharga dalam konteks gerakan kritis terhadap rezim Soeharto. Berikut ini catatan yang diangkat dari buku 'Menyilang Jalan Kekuasaan Militer Otoriter' (Rum Aly, Penerbit Buku Kompas, 2004) tentang gerakan kritis mahasiswa di tahun 1978. Gerakan ini adalah gerakan pertama yang menyatakan terang-terangan menolak Jenderal Soeharto melanjutkan kekuasaannya.

Setelah Pemilihan Umum 1977, sejumlah dewan dan senat mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi Bandung, mencetuskan Memorandum Mahasiswa Bandung yang berisi tuntutan perbaikan tubuh MPR/DPR-RI. Memorandum itu mereka sampaikan tepat pada hari pelantikan anggota MPR/DPR baru hasil Pemilihan Umum 1977, tanggal 1 Oktober 1977. Sebelumnya, 13 September 1977, sejumlah mahasiswa ITB, IPB dan UI bahkan membentuk 'Dewan Perwakilan Rakyat Sementara' mengganti DPR yang sedang reses, untuk mengisi apa yang mereka anggap sebagai 'kekosongan' ketatanegaraan setelah 'non aktif'nya DPR lama sementara DPR baru belum dilantik. Laksus Kopkamtibda (Pelaksana Khusus Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) Jaya merasa perlu untuk menahan 8 mahasiswa anggota 'DPR Sementara' ini, sebagai bagian dari tindakan represif yang tak dapat ditawar lagi. Sikap represif kalangan penguasa, memicu aksi-aksi mahasiswa yang lebih besar dan lebih besar lagi. Dengan momentum Sumpah Pemuda 28 Oktober 1977, usai upacara peringatan, ribuan mahasiswa dan pelajar Bandung turun berbaris ke jalan-jalan kota Bandung dalam 'kawalan' panser tentara.

Suatu ketegangan baru telah terpicu. Tatkala kritik mahasiswa makin meningkat, kalangan kekuasaan yang merasa 'berhasil' dengan cara-cara keras dalam memadamkan Peristiwa 15 Januari 1974 sebelumnya, kembali mengulangi sikap-sikap keras dengan kadar yang semakin tinggi. Pada bulan Januari 1978 menuju bulan Pebruari, Menteri P&K Sjarif Thajeb mengikuti perintah Kopkamtib, membubarkan DM ITB (1977-1978) yang dipimpin oleh Heri Akhmadi. Sebab musabab utama pastilah karena keluarnya pernyataan mahasiswa 16 Januari 1978 yang menyatakan tidak setuju kursi Presiden diduduki dua kali berturut-turut oleh orang yang sama. Ini berarti, mahasiswa tidak setuju Soeharto menjadi Presiden untuk kedua kalinya dalam pemilihan presiden pada SU-MPR yang akan berlangsung Maret 1978. Di depan kampus ITB terpampang jelas spanduk yang dibuat mahasiswa: Tidak berkehendak dan tidak menginginkan pencalonan kembali Jenderal Purnawirawan Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Bersamaan dengan pernyataan penolakan itu, mahasiswa mengeluarkan 'Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978'. Penguasa segera melarang secara resmi 'Buku Putih' tersebut. Tindakan pembubaran dan aneka tekanan lainnya dilakukan pula terhadap DM-DM yang lain di Bandung, terutama pada beberapa perguruan tinggi utama seperti antara lain Universitas Padjadjaran, Universitas Parahyangan dan IKIP.

Tampaknya saat itu tekanan utama ditujukan ke ITB. Tanggal 21 Januari 1978 Radio ITB 8-EH yang dianggap sebagai corong suara mahasiswa, disegel oleh Laksus Kopkamtibda Jawa Barat. Bersamaan dengan itu beberapa tokoh mahasiswa, terutama dari ITB, ditangkapi dan dikenakan penahanan. Muncul gelombang protes sebagai tanda solidaritas dari mahasiswa Bandung. DM ITB lalu menyerukan suatu mogok kuliah melalui 'Pernyataan tidak mengikuti kegiatan akademis' (28 Januari 1978). Mereka juga menuntut segera membebaskan mahasiswa-mahasiswa yang ditahan, mencabut pembungkaman pers, dan menarik tuduhan-tuduhan sepihak terhadap mahasiswa.

Kampus ITB pada hari-hari terakhir Januari 1978 itu dipenuhi poster, dan mahasiswa betul-betul mogok kuliah. Mahasiswa memasang spanduk yang bertuliskan "Turunkan Soeharto !". Lalu DM ITB mengeluarkan suatu deklarasi yang menyatakan tidak mempercayai pemerintah Orde Baru, tepat di akhir Januari 1978. Untuk berjaga-jaga terhadap berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan mahasiswa ITB melakukan penjagaan dan pengawasan atas pintu-pintu kampus, agar tidak dimasuki oleh orang-orang luar kampus yang tidak diinginkan. Namun jawaban penguasa adalah lain sama sekali. Tentara menyerbu kampus dengan mengerahkan pasukan-pasukan bersenjata lengkap dipimpin sejumlah komandan muda yang kelak akan menduduki posisi-posisi penting dalam jajaran militer dan kekuasaan. Dengan popor dan bayonet mereka merasuk ke dalam kampus dan menduduki kampus. Mereka mengerahkan pula tank dan panser serta memblokade kampus. Beberapa kampus utama Bandung lainnya juga mengalami hal yang sama dan ditempatkan dalam pengawasan militer. Pendudukan kampus ITB, Universitas Padjadjaran, IKIP dan kampus Bandung lainnya berlangsung hingga 25 Maret 1978, hampir dua bulan lamanya.

Dalam rangkaian peristiwa pendudukan kampus 1978 di Bandung ini, beberapa tokoh mahasiswa ditangkap, termasuk Heri Akhmadi dan Indro Tjahjono. Tetapi Rizal Ramli, secara dini berhasil lolos menyelamatkan diri.



TAMPIL dan berperannya perwira-perwira muda dalam pendudukan kampus-kampus di Bandung 1978, merupakan catatan tersendiri. Dalam Peristiwa 1978 itu, rezim mengerahkan pasukan dengan komandan-komandan muda –hasil regenerasi tentara, lulusan akademi militer– seperti Feisal Tanjung dan Surjadi Sudirdja. Pendudukan kampus dilakukan oleh beberapa SSK (satuan setingkat kompi) dengan cara-cara kekerasan, menggunakan popor, bayonet dan tendangan mengatasi perlawanan mahasiswa Angkatan 1978. Betul-betul khas militeristik, yang menambah lagi daftar luka traumatik dalam sejarah, khususnya dalam hubungan mahasiswa dan militer. Pertama kalinya sejarah Indonesia mencatat pendudukan kampus perguruan tinggi sepenuhnya oleh kekuasaan militer hanya karena berbeda pendapat dan konsep tentang kekuasaan. Sesuatu yang oleh kolonial Belanda sekalipun tak pernah dilakukan.

Peristiwa Malari 1974 di Jakarta sebelumnya, memang seolah mendorong pula tentara 'memasuki' kampus, namun hanya dalam waktu ringkas dan bentuk yang sedikit berbeda. Kedua preseden inilah awal yang kelak membuat hampir tidak pernah ada perwira militer generasi penerus lulusan akademi militer yang mempunyai keberanian untuk tampil berkomunikasi dengan kampus-kampus perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Di tangan generasi baru ABRI ini jurang komunikasi dengan kampus telah menjadi semakin menganga. Apalagi setelah secara nyata para perwira produk Akademi ABRI ini 'bersimpuh' kepada Jenderal Soeharto, ikut menikmati kekuasaan dan menjadi kaki dan tangan bagi Soeharto dengan Orde Barunya yang telah tergelincir korup penuh korupsi, kolusi dan nepotisme. Tak pelak lagi banyak di antara perwira generasi baru ini kemudian secara tragis dicatat sebagai 'musuh' rakyat. Banyak dari mereka kemudian dijuluki sebagai musuh demokrasi, penindas hak asasi manusia dan pengabdi kekuasaan otoriter serta menjadi pelaku korupsi, kolusi dan nepotisme.

Catatan tersebut di atas, mungkin bisa menjadi referensi tambahan saat menilai, para jenderal yang kini ikut berperan dalam kekuasaan di masa yang dianggap berlandaskan supremasi sipil sekarang ini. Presiden Indonesia sekarang, Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono, memiliki latar belakang akademi militer masa Soeharto. Dalam jajaran kekuasaan SBY terdapat beberapa tokoh yang juga berlatar belakang pendidikan militer, seperti misalnya Sudi Silalahi, Djoko Suyanto dan Mangindaan dalam posisi sipil. Selain itu, di tulang punggung kekuasaannya, ada sebuah institusi Polri yang belum sepenuhnya mampu melepaskan diri dari gaya militeristik yang diperoleh melalui pencetakan perwira dengan penambahan kurikulum yang bermuatan pendidikan militer sejak tahun 1967-1968.

JIKA tudingan Indro Tjahjono tentang kecurangan Pemilihan Umum Legislatif maupun Pemilihan Umum Presiden memiliki dasar kebenaran dan terbukti pada waktunya nanti, berarti memang kebiasaan curang dalam pemilihan umum di Indonesia tak pernah sembuh. Baik dalam Pemilihan Umum 1955 maupun sejumlah Pemilihan Umum Orde Baru sejak 1971. Dalam Pemilihan Umum 1971 dan beberapa pemilihan umum sesudahnya, militer –khususnya Angkatan Darat– berperan sebagai pelaku kecurangan. Dalam Pemilihan Umum 1971, tentara melalui aparat terbawahnya, yakni Koramil-koramil, menjalankan intimidasi agar rakyat di pedesaan memilih Golkar. Begitu pula dalam pemilihan-pemilihan umum berikut, meskipun dengan cara-cara yang kadang kala di sana-sini sedikit lebih halus. Di masa Departemen Dalam Negeri dipimpin Jenderal Amirmahmud, aparat Dalam Negeri menjadi buldoser bantuan bagi tentara dalam memenangkan Golkar dalam beberapa pemilihan umum. Hanya dalam Pemilihan Umum 1987 terjadi sedikit perbedaan, tentara di bawah kepemimpinan Jenderal LB Murdani tidak memberi dukungan aktif kepada Golkar seperti masa-masa sebelumnya dilakukan ABRI. Bahkan, kala itu di sana sini di berbagai daerah tentara cenderung mempersulit Golkar.

SUNGGUH menarik bahwa pada masa pasca Soeharto, kekuatan-kekuatan politik sipil, termasuk mereka yang merasa selalu dirugikan dalam pemilihan-pemilihan umum Orde Baru, senantiasa menyebutkan pemilihan-pemilihan umum masa reformasi, khususnya Pemilihan Umum 1999, sepenuhnya bersih dan paling demokratis sepanjang sejarah Pemilihan Umum Indonesia. Gegap gempita klaim kebersihan pemilu tersebut menenggelamkan cerita di balik berita, bahwa sebenarnya Pemilihan Umum 1999 itu juga penuh rekayasa. Partai-partai kecil yang banyak, karena tak punya saksi-saksi di TPS-TPS pelosok, habis dijarah perolehan suaranya oleh beberapa partai yang lebih besar pengorganisasiannya. Selain itu, partai-partai kecil yang puluhan jumlahnya itu pun 'dirampok' melalui sistem penghitungan alokasi kursi. Upaya mereka melalui protes agar perolehan suara mereka –yang bila diakumulasi, mencapai jumlah puluhan juta suara yang secara kuantitatif setara dengan puluhan kursi DPR– 'dikembalikan', tak menemukan jalan penyelesaian, baik melalui KPU maupun PPI.

Ada rumour politik, bahwa dalam Pemilu 1999, sebenarnya suara Golkar sedikit lebih besar dari perolehan PDIP, tetapi kalangan tentara dengan sisa-sisa pengaruhnya, dengan pertimbangan stabilitas keamanan, menyodorkan skenario PDIP sebagai pemenang. Bila Golkar yang dimenangkan akan mencuat tuduhan politis bahwa Pemilu 1999 curang dan direkayasa.

Klaim bahwa pemilu-pemilu pasca Soeharto bersih, menciptakan sikap obsesif, dan pada akhirnya seakan-akan merupakan semacam 'aliran kepercayaan' tersendiri. Semua pengungkapan bahwa kecurangan –terlepas dari berapa besar kadarnya– masih mewarnai pemilihan-pemilihan umum hingga kini, akan selalu ditolak. Itu sebabnya, setiap protes tentang adanya kecurangan selalu menemui jalan buntu penyelesaian. Selain sikap obsesif tadi, juga cukup kuat anggapan, bahwa sebagai peristiwa politik –yang terlanjur dikonotasikan terbiasa bergelimang dengan aneka kelicikan– jamak bila pemilihan umum diwarnai kecurangan. Maka, dianggap, tak perlu terlalu serius mencari kebenaran di situ. Hanya yang 'kalah' saja yang mencak-mencak.

MUNGKIN satu rangkaian 'dialog' tanya jawab di website yang diasuh Wimar Witoelar, Perspektif Online, berikut ini, bisa menjadi semacam ilustrasi, atau menjadi cermin, untuk itu semua.

Ketika website Wimar, Perspektif Online, mengutip berita bahwa Mahkamah Konstitusi (12 Agustus 2009) menolak gugatan terhadap hasil Pilpres 2009 oleh pasangan Megawati Soekarnoputeri-Prabowo Subianto (koalisi PDIP-Gerindra) maupun pasangan Jusuf Kalla-Wiranto (koalisi Partai Golkar-Hanura), muncul 17 komentar pembaca. Kita kutip beberapa di antaranya.

Komentar ketiga (dari Sunu Gunarto, 13 Agustus) menyebutkan: "Pertandingan telah usai. Kalah menang dalam pertandingan itu wajar. Yang kalah protes karena menganggap wasit tidak fair dalam memimpin pertandingan itu juga wajar. Patut diapresiasi bahwa yang kalah selama ini tidak berbuat anarkis sehingga tidak merugikan orang lain/rakyat. Semoga yang menang juga tidak menjadi sombong (umuk). Pendidikan politik yang bagus bagi rakyat kalau semua sengketa pemilu ini diselesaikan lewat jalur hukum. Selamat kepada pemenang dan memberi apresiasi (penghargaan) sangat tinggi kepada yang kalah yang dapat menerima kekalahan dengan legowo…….".

Komentar kelima (dari Mundhari, 13 Agustus), menyebutkan: "Kemajuan besar demokrasi di Indonesia. Para politikus dalam melaksanakan politiknya pada proporsi benar. Yang kalah dan merasa dirugikan melakukan protes lewat jalur hukum. Setelah putus mereka menerima secara legawa dan menghormati keputusan. Efeknya sungguh akan besar. Indonesia akan damai dan tenang, sehingga tersedia ruang gerak untuk mengatasi keprihatinan di bidang ekonomi, agar segera pulih. Harapan selanjutnya dalam penyusunan kabinet, presiden terpilih diberi keleluasaan sesuai hak prerogatifnya, dengan cara tidak terjadi politik dagang sapi. Konstelasi politik hasil pil-leg agar dapat dijalankan secara konsekuen. Dan yang paling urgen, para wakil rakyat di parlemen kembali ingat bahwa mereka itu pembawa amanah rakyat. Jadi fokusnya juga kepada kepentingan rakyat. Bukan kepada siapa siapa".

Komentar ketujuh (Agus Sendjaya, 13 Agustus), memperkuat: "Keputusan sudah ada, tinggal menunggu yang berkompetisi saling berjabat tangan. Mudah-mudahan para pemimpin kita termasuk manusia yang beradab tau kapan menyerang dan tau pula kapan saatnya mengibarkan bendera putih. Maju terus demokrasi".

Komentar kesepuluh (dari Rum Aly, 22 Agustus), berbeda: "Tak pernah ada pemilu Indonesia yang betul-betul bersih, dari 1955, masa Soeharto dan 1999 sampai kini. Kecurangan pemilu takkan pernah terbongkar tuntas, karena memang tak ada keinginan bersama yang kuat untuk itu. Mana mungkin suatu kecurangan terstruktur, sistimatis dan massive, bisa diungkapkan secara musiman, atau oleh suatu sidang yang singkat dengan gugatan yang juga lemah persiapannya etc. Perlu digagaskan suatu komisi untuk menyelidiki/meneliti penyimpangan pemilu-pemilu Indonesia dari waktu ke waktu untuk kepentingan memelihara masa depan demokrasi di Indonesia".

Pengelola Perspektif Online, Wimar Witoelar, turun tangan menjawab –ada kemungkinan diwakili oleh host lain, atas namanya– pada hari yang sama: "WALAH! Kasian, membandingkan Pemilu sekarang dengan Pemilu masa Soeharto. Memang anda tidak tahu, Pemilu Orde Baru sudah ditentukan hasilnya sebelumnya, partainya pun dibentuk oleh Soeharto. Pemilu tahun 1955, bersih. Pemilu 1999, 2004, 2009 bersih. Pemilu bersih tentu selalu dengan banyak catatan, seperti di semua negara demokrasi. Tentu hak anda untuk tidak percaya, cuman kasihan saja kalau tidak tahu".

Komentar keempatbelas (dari Santo, 23 Agustus) menyanggah Rum Aly. Dituliskan:
"Saya rasa, statement diatas tidak sepenuhnya benar, karena: 1. Meskipun masih ada yang perlu diperbaiki (misalnya: kualitas KPU, BAWASLU dll), namun sesungguhnya pemilu Indonesia jelas sekali sudah semakin dewasa, semakin bersih, dan semakin demokratis dibandingkan jaman Soeharto. 2. Karena kecurangan-kecurangan pemilu tersebut pada jaman Soeharto makanya terjadi koreksi besar-besaran dengan reformasi. Jadi sangat berbeda donk Pemilu jaman Soeharto dan sekarang. 3. Bila Capres/Cawapres nomor 1 dan 3 mempunyai bukti yang kuat dan benar serta matang, maka dengan sidang yang singkatpun dapat dibuat keputusan sidang yang sangat baik. Masalahnya Capres/Cawapres tersebut tidak punya bahan bukti yang kuat tersebut (atau mengada-ada saja gugatannya), sehingga gagal di sidang. 4. Kita perlu bersikap positif dan menghargai hasil-hasil yang sudah dicapai dalam semua proses ini".

Rum Aly menjawab (komentar kelimabelas, 23 Agustus), yang agaknya terutama ditujukan kepada Wimar: "Mengenai pemilu orde baru saya kira kita sama tahunya mengenai betapa itu semua sudah dirancang lebih dulu hasilnya. Tetapi mengatakan bahwa pemilu pasca Soeharto juga berlangsung tidak bersih, bukan sesuatu yang perlu dikasihani. Ini bukan soal membandingkan, bung Wimar, tetapi soal jangan menutup mata terhadap kecurangan pemilu manapun, bila kita menghendaki pemilu yang lebih baik dan masa depan demokrasi yang lebih baik. Bukan pula soal hak untuk percaya atau tidak percaya yang subjektif, lalu menetapkan bersih atau tidak bersih, tapi soal mencari kebenaran objektif".

Komentar keenambelas (R. Januardi, 25 Agustus) bernada membenarkan pandangan Rum Aly: "Kalau menilai pemilu, jangan pilih-pilih tebu dong, atau kayak belah bambu, satu diangkat yang lain diinjak. Kalau ada curangnya, besar atau kecil, ya tetap aja curang, tidak bisa ditolerir. Jangan permissive. Kalau permissive, ya curangnya bisa makin menjadi dan rame-rame".

Komentar ketujuhbelas (Frans C, 4 September 2009) menyudahi 'dialog' ini dengan mengembalikan persoalan ke tangan Tuhan: "Jika ingin mencari pemilu yang benar-benar sempurna dan bebas dari kecurangan sekecil apapun, selamat!!! Sampai mati pun anda tidak akan pernah menemukannya. Kesempurnaan dan kebenaran yang sejati hanya milik Tuhan".

BAGAIMANA dengan tudingan Indro Tjahjono tentang kecurangan Pemilihan Umum di tahun 2004 maupun 2009? Kelihatannya, pengungkapan itu sepi reaksi, dari media pers maupun dari mereka yang dituduh. Apakah sebaiknya kita juga mengembalikan persoalannya ke tangan Tuhan saja? Sampai bertemu pada 2014 dengan peristiwa dan kecurangan yang sama, sesuai kelaziman dari pemilihan umum ke pemilihan umum….

(sociopolitica.me/sociopolitica.wordpress.com)

berita terkait :

Formulir C-1, Kunci Kemenangan dan Rekayasa Pemilu

Terungkap! SBY Jadi Presiden Karena 'Kecurangan' Sistem IT

Selasa, 03 Juli 2012 15:08 WIB
LENSAINDONESIA.COM: Boleh percaya atau tidak. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dikatakan menjadi pemenang dalam Pilpres sebanyak dua kali karena kecurangan sistem Informasi Teknologi (IT) yang dikendalikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Adalah Ir S Indro Tjahjono yang mengungkapkan informasi mengejutkan tersebut. Ia mengaku ikut terlibat dalam kecurangan oleh sistem Informasi Teknologi (IT) yang sistemnya dikendalikan oleh KPU.

Indro mengatakan sistem kecurangan IT dulu terjadi di zaman Orde Baru dan kini kembali terjadi di era pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu di bawah kepemimpinan SBY. "Pemilu sekarang tidak berbeda dangan pemilu di ORBA. Ada biaya rekayasa besar yang dipersiapkan untuk menset-up sistem entry dan rekap data komputer yang hasilnya akan memenangkan SBY," terang mantan aktivis 78 di Rumah Perubahan Jl Gajah Mada, Jakarta, Selasa (03/07).

Terang Indro, modus ini merupakan bagian dari sistem National Democratic Institute (NDI)  yang dipakai untuk kemenangan pemilu di Amerika Serikat, dengan menggunakan lembaga-lembaga pemantau pemilu yang sebenarnya ditugaskan untuk memantau jalannya sistem yang dipakai dalam pelaksanaan pemilu. Lanjutnya dia menceritakan ketika KPU terang-terangan menawarkan terhadap dirinya penjualan suara. Dan menurutnya ini bisa jadi panduan bagaimana memenangkan suara dan DPT.

Dia mengharapkan perlu dilakukan revolusi dan buat aturan KPU yang baru. "KPU melakukan riset terlebih dulu sebelum melakukan rekayasa. Formulir C-1 sangat menentukan kemenangan pemilu," pungkasnya. @aligarut

Editor: Rizal Hasan
http://www.lensaindonesia.com/2012/07/03/terungkap-sby-jadi-presiden-karena-kecurangan-sistem-it.html

Ada Kecurangan

Sistem IT KPU Diduga Sudah Disetting

LENSAINDONESIA.COM: Aktivis tahun 1977/1978,  Ir. Indro Tjahyono, mengungkapkan pengalamannya ketika berpartisipasi dalam pesta demokrasi untuk ikut sebagai calon legislatif. Menurutnya, ada kecurangan oleh sistem IT yang sistemnya dikendalikan oleh KPU.

Indro mengatakan sitem kecurangan IT dulu terjadi di jaman orde baru (ORBA) dan kini terulang dalam orde Kabinet Indonesia Bersatu (KIB). "Pemilu sekarang tidak berbeda dangan pemilu jaman ORBA. Ada biaya rekayasa besar yang dipersiapkan untuk membuat setting sistem entry dan rekap data komputer yang hasilnya akan memenangkan SBY," terang mantan aktivis  ini di rumahnya, Jl Gajah Mada, 03/07/12.

Menurut Indro, penjualan suara terhadap dirinya pernah ditawarkan oleh KPU secara terang-terangan. Bila dia mau, maka akan diberi panduan bagaimana memenangkan suara dan DPT.  Modusnya, KPU melakukan riset terlebih dahulu sebelum melakukan rekayasa. "Formulir C-1 sangat menentukan kemenangan pemilu. Ketua KPUD Jakarta pernah bilang ke saya, meski sudah ada hasil data pemenang, tapi kita tunggu dulu intruksi dari Jakarta," jelasnya.@ali

Editor: andiono
http://www.lensaindonesia.com/2012/07/03/sistem-it-kpu-diduga-sudah-disetting.html

"KERAKUSAN FO-KE & KORUPSINYA DI PRJ BERSAMA HARTATI MURDAYA"



Bongkar kebusukan moral dan korupsi pejabat itu hukum wajibnya bagi setiap warga negara yg tahu. Ga mesti harus jd kyai atau santa dulu. Bagaiman kalau Foke dan Nara kita belikan tiket pesawat dan gratis ke mereka berdua utk keluar Jakarta? Kita kirim ke Suriah aja hehe. Apa pun cerita orang tentang Jokowi, dimata saya dan sebagian besar warga DKI, Jokowi jauh lebih baik drpd Fokek !


Jokowi dan Ahok adalah sosok pemimpin yg mau dgn ihklas melayani rakyatnya. Beda dgn sebagian besar pemimpin2 yg skrg ada. Blm pernah dlm sejarah, kita temui walikota yg mau undang makan warganya 54 kali, mau dengar keluhan warganya dgn tulus, kecuali Jokowi. Membandingkan foke dgn Jokowi seperti Bumi dgn Langit. Yg Foke otoriter, sombong, korup. Jokowi tulus, ihklas dan rendah hati. Jokowi lawan Foke ini ibarat : Kebaikan lawan Kejahatan. Rakyat lawan Penjajah. kebaikan dan rakyat pasti menang !. 


warga DKI butuh Gub yg mau melayani warganya seperti Jokowi. Bukan Gub yg tak peduli, sombong& lecehkan warganya seperti Si Foke. yg membenci Jokowi itu hny para pejabat2 korup yg takut dipecat oleh Jokowi seperti halnya di Solo. Atau pengusaha2 yg mau rampok APBD. Jika kita mau korupsi triliunan di pemprov DKI terbongkar dan Foke dipenjara oleh KPK, jgn pilih Foke !. Jokowi itu kelohatan lemah lembut, tapi tanya sama PNS/pejabat Solo. Dia sangat tegas pd PNS/pejabat yg korup dan tak peduli sama rakyat. Berapa banyak pejabat Solo yg dipecat/mutasi oleh Jokowi krn tidak sense of services kpd rakyat? Silahkan tanya. Banyak ! 


Jika Foke masuk penjara karena korupsi, insya Allah Hartati Murdaya Poo akan masuk penjara juga. Ada KKN mereka di PRJ yg rugikan negara. Foke dan Hartati Murdaya patut diduga korupsi di PRJ : dividen ratusan M dan pengelapan tanah negara jd agunan kredit 1.5 T di Bank Mandiri. Korupsi lahan negara 33 ha di Kemayoran yg skrg jd kantor JIEC senilai 1.5 triliun itu melibatkan Hartati & Foke yg waktu itu sekprov DKI. Ahok memang etnis Tionghoa. Apa yg salah dgn itu? Tidak ada. Apalagi Ahok terkenal sbg sosok yg pemimpin yg dicintai warganya di belitung. Publik sdh tahu bhw Prijanto wagub DKI sdh melporkan dugaan korupsi Foke triliunan ke KPK. Knp masih mau pilih Foke? Biar KPK tangkap dia. Kita semua tahu, KPK akan enggan dan sulit tangkap Foke jika dia masih berkuasa dan dilindungi Cikeas. Jika dia kalah, pelindungnya kabur. 


Apakah warga DKI sdh ga punya moral lagi? Masih mau pilih Foke yg sdh terkenal korup, arogan, sombong, labil, pemarah, pembohong???
Tanya sama mantan kadispenda DKI, berapa ratus milyar dividen PRJ ga disetor ke kas DKI dgn alasan JIEC msh rugi akibat kredit 1.5 T !Padahal kredit 1.5 Triliun oleh JIEC/Hartati Murdaya itu pakai agunan tanah negara 33 ha dan uang kreditnya digunakan utk pribadi ! Uang Kredit dari Bank Mandiri 1.5 Triliun itu hny 200 M digunakan utk JIEC, sisanya ? Utk takeover Metropolitan Kencana, suap sana sini dll. hartati mudaya selalu bilang PRJ rugi sehingga tdk setor dividen ke Kas DKI. Foke selalu lindungi. mereka masih bersaudara dari perkawinan. Jika Jokowi jadi Gubernur, mungkin bukan hny korupsi PRJ dan APBD Foke yg terbongkar. Rakyat akan tercengang lihat korupsi Foke yg gila2an. 

Mengurai Agenda Asing di Balik LSM




Di balik sikap kritis, muncul tudingan miring sejumlah LSM menikmati dana untuk "mengawal" agenda asing

Baru-baru ini, terbongkar aliran dana dari Wali Kota New York Michael Bloomberg untuk Bloomberg Initiative To Reduce Tobacco Use Grants Program sebesar US$ 6.443.492 (atau Rp 57,9 miliar) kepada lembaga-lembaga di Indonesia sejak 2007.

Beberapa lembaga telah menjadi kaki tangan kampanye antirokok dan yang menerima dana tersebut adalah Indonesia Corruption Watch (ICW) sebesar US$ 45,470 ( Rp 409.230.000).

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga dua kali menikmati dana Bloomberg tersebut untuk penegakan area bebas rokok dan peraturan terkait pelarangan iklan produk tembakau di Jawa, Indonesia. US$ 127,800 pada Januari 2011 hingga April 2012 dan US$ 454,480 pada Mei 2008 hingga Mei 2010.

Selain kedua LSM ini, ada beberapa lembaga lainnya yang juga menikmati aliran dana dari Bloomberg tersebut (lihat tabel). Lembaga-lembaga tersebut bertugas menggalang dukungan di DPR untuk mengegolkan kebijakan pengendalian tembakau di DPR tingkat nasional maupun daerah dan mengkampanyekan antirokok kretek pada masyarakat.

Harus Berani 

Menanggapi lembaga yang ditunggangi kepentingan asing ini, Ketua Panitia Khusus Rancangan undang-undang, Abdul Malik Haramain, menegaskan agar negara tidak perlu takut bertindak untuk menyikapi organisasi masyarakat yang melanggar.  

RUU Ormas yang sedang dibahas di DPR berisikan aturan sumber keuangan, hak, dan kewajiban hingga sanksi, serta larangan keberadaan ormas, termasuk ormas asing.

Sanksi di RUU Ormas, menurutnya, berawal dari teguran tertulis. Jika tidak diindahkan akan dilanjutkan dengan pembekuan fasilitas APBN-APBD. Setelah itu diikuti pembekuan aktivitas oleh Kemendagri dan Polri dengan tidak memberikan izin kegiatan pada ormas dan terakhir pembubaran melalui pengadilan.

Pada RUU ini, ormas asing yang tidak melakukan kewajiban dan melakukan pelanggaran diakhiri dengan sikap tertinggi, yakni tindakan diplomatik.Terkait dana yang diperoleh, RUU Ormas juga mewajibkan transaksi dilakukan secara perbankan.

Hal ini dilakukan agar dana-dana yang masuk bisa diakses termasuk peruntukannya. Ini karena berdasarkan analisis PPATK pada 2011 ada transaksi US$ 137 juta yang tidak terlacak. Berdasarkan catatan, Malik mengatakan ormas asing yang mendaftar di Indonesia berjumlah 148 namun hanya 109 yang diberikan izin Kemenlu.

"Itu harus melalui jalur normal, perbankan, termasuk LSM dan ormas yang berafiliasi ke asing, seperti WWF, GreenPeace, dan Hizbut Tahir. Mereka juga harus melaporkan keuangannya. Kalau tidak, tentu bisa dicabut SKT (Surat Keterangan Terdaftar)-nya," tutur Malik.

Paling Seksi 

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek mencontohkan isu Papua sebagai isu yang paling "seksi" untuk "dimainkan" LSM. Dia bahkan sempat menuding ada beberapa LSM Indonesia yang berafiliasi dengan LSM asing untuk menginternasionalisasi permasalahan di Papua.

Dalam hal ini, kata dia, pemerintah kerap didiskreditkan tidak becus atau setidaknya kurang memberi perhatian pada Papua dan masyarakat di sana. Negara dikesankan melakukan pembiaran atas rangkaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Bumi Cendrawasih.

Dengan begitu, persoalan Papua akan menjadi masalah internasional. Upaya internasionalisasi oleh LSM itu tidaklah gratis. Dia mengatakan, LSM lokal mendapat sejumlah dana yang tidak sedikit dari LSM asing sebagai pamrih atas upayanya mengkritik kinerja pemerintah. Donny bahkan sampai menuding LSM-LSM yang bersangkutan merupakan mata-mata pihak asing.

Untuk itu, pemerintah mengambil langkah tegas untuk mengawasi aktivitas LSM. Tujuannya, kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, agar negara ini tidak "dijual" kepada pihak asing oleh LSM. Langkah pengawasan dan pengaturan LSM, tutur Gamawan, dilakukan dengan mengharuskan semua ormas yang beraktivitas untuk mendaftar kepada kementerian yang dipimpinnya.

Bagi ormas yang nekat tidak mendaftarkan diri, negara akan mempersulit setiap aktivitasnya, di antaranya pemerintah tidak akan memberi bantuan pembiayaan kepada ormas yang bersangkutan. Pemerintah bahkan mengancam tidak akan memberi rekomendasi izin kegiatan dari kepolisian jika LSM yang bersangkutan memintanya untuk beraktivitas.

Kewajiban lain bagi ormas yang beraktivitas di Tanah Air adalah melaporkan laporan dan audit keuangannya kepada pemerintah, terutama jika ada pendanaan dari lembaga asing. Gamawan menegaskan, laporan keuangan tersebut harus dapat diinformasikan kepada publik. Publik pun harus tahu peruntukan dana yang didapat suatu ormas, terutama dari pihak asing.

"Publik harus tahu dana itu digunakan untuk aktivitas apa. Jangan sampai ada yang terima dana besar-besaran dari asing, ternyata digunakan untuk kepentingan asing, misalnya disintegerasi," ujar Gamawan, Jumat (6/7).

Gamawan menjelaskan, pemerintah mencatat saat ini terdapat setidaknya 64.000 ormas yang terdaftar di seluruh Indonesia. Ormas-ormas tersebut terdaftar di Kemendagri dan Kementerian Hukum dan HAM. Sementara Kemenlu melakukan verifikasi dan mendapat setidaknya 160 ormas asing beroperasi di Indonesia.

"Belum termasuk LSM lokal yang tidak mendaftarkan diri," kata Gamawan.

Di masa Orde Baru, LSM hanya menonton saat massa rakyat ramai-ramai menjatuhkan diktaktor Soeharto. Saat ini LSM terdepan menjadi alat koorporasi menguasai pasar dan mengeruk sumber daya alam dan manusia Indonesia sebanyak-banyaknya.

(Sinar Harapan) 

LSM Berjuang untuk Siapa Sih?


Funding agency sengaja dibentuk koorporasi yang menyediakan dana tak terbatas.

Di kalangan LSM, dana asing yang mengalir ke LSM menimbulkan berbagai pandangan. Menanggapi tudingan miring pada LSM, Danang Widoyoko dari Indonesia Corruption Watch (ICW) membantah keras saat dihubungi SH, Minggu (8/7) sore.

Sebaliknya, ia beranggapan, mereka yang menuding ICW mendapat intervensi dari pemberi modal adalah pihak yang gerah dengan keberadaan lembaga swadaya antikorupsi ini, atau pihak-pihak yang khawatir terbongkar kegiatan korupsinya.

Danang mengakui, selain sumbangan dari ribuan masyarakat, ICW memang menerima sejumlah dana dari berbagai pihak, sebut saja USAID dan Ford Foundation.

"Dana yang kami terima bukan hasil kejahatan, bukan dari praktik korupsi dan transparan. Tahun ini ICW dapat dari USAID dan AUSAID yang proses tendernya melibatkan Bappenas. ICW juga dapat dari Ford Foundation yang harus dapat persetujuan dari Sekretariat Negara," jelas Danang.

Ia menyebutkan dana asing diterima ICW bukan dana liar, tetapi tercatat rapi dan melibatkan negara juga dalam proses penerimaannya. Lebih jauh Danang berpendapat, ICW melakukan transparansi dalam penerimaan dana, termasuk dari pihak asing. Selain diketahui negara, dalam hal ini Bappenas, ICW dan pemberi modal juga mencantumkan penerimaan dana melalui situs lembaga mereka masing-masing.

"Bisa dilihat dari situs kami atau pemberi dana kami. Kami menerima dari berbagai sumber dana. Sebagian besar donatur justru dari masyarakat. Ribuan masyarakat menyumbang, ada Rp 75.000, ada Rp 50.000 sebulannya," ujar Danang.

Sisa Orde Baru 

Seperi halnya ICW, LSM Imparsial menolak persepsi mengenai pemberian dana asing dapat mengintervensi atau bahkan melunturkan semangat nasionalisme. Ditegaskan Poenky Indarti selaku Direktur Eksekutif The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial), tudingan miring seperti itu menggambarkan masih adanya pola pemikiran zaman Orde Baru.

"Itu pola pemikiran zaman Orde Baru yang menuding LSM kritis itu antipembangunan, seperti ICW yang kritis kasus korupsi yang dilakukan pejabat negara. Orang yang kritik itu takut terbongkar," kata Poenky, kemarin.

Dalam kesempatan yang sama Poenky menilai ICW dan LSM lainnya adalah kelompok-kelompok kritis yang menyoroti penyalahgunaan uang diterima negara.

"Malah kami yang dimusuhi. Kalau kami bungkam, korupsi akan makin merajalela, pejabat akan makin sewenang-wenang dan melanggar HAM," ucap Poenky.

Menanggapi bantahan di atas, Wakil Ketua Komnas HAM M Ridha Saleh mengatakan dana asing yang diterima LSM memang lumrah, karena mereka mengelola dana tersebut secara transparan dan akuntabel. Hanya saja dana tesebut menjadi sensitif jika masuk dalam conflict of intrest dari masalah-masalah yang terkait dengan tembakau.

"Ini menyangkut petani tembakau, buruh pabrik rokok, pedagang rokok, industri rokok sendiri yang berkonflik dengan antar pemilik modal farmacy dan rokok internasional. Kita harus memilih," ujarnya.

Direktur Ekeskutif Setara Institut Hendardi menegaskan bagaimana pun industri rokok dalam negeri masih menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja. Bagi LSM-LSM yang bekerja untuk meminimalkan industri rokok semestinya mengarahkan alternatif penyaluran tenaga kerja tersebut terhadap negara.

Negara memiliki obligasi untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Selama negara belum memiliki alternatif lapangan pekerjaan baru, mematikan industi rokok bisa sama saja dengan menciptakan pengangguran baru.

"Karena itu kerja LSM justru mesti diarahkan pada desakan terhadap negara untuk penyediaan lapangan kerja yang menjadi tanggung jawabnya," ujarnya.

Uchok Sky Khadafy dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengingatkan penerimaan negara dari cukai rokok Rp 65,3 triliun. Pada tahun anggaran 2012, pendapatan cukai hasil tembakau Rp 79,8 triliun.

"Pendapatan ini masih sedikit, karena masih banyak di-mark down oleh aparat pajak kita. Masih banyak aparat pajak juga 'menikmati' cukai tembakau ini karena pengelolaan tidak transparan oleh negara," ujarnya.

Mantan aktivis LBH Hermawanto Al Bantanie menilai sangat mudah diketahui bahwa dalam persoalan rokok ada agenda ekonomi global yang membunuh ekonomi rakyat.

"Kita prihatin dengan kondisi LSM kita juga, yang masih bergantung dengan dana asing, padahal seharusnya didanai oleh masyarakat kita sendiri. Seharusnya mereka selektif menerima dana asing tersebut dan mengedepankan kepentingan nasional," katanya.

Soal sanksi, Direktur Eksekutif, Institut Proklamasi Arief Rahcman mengatakan tidak cukup negara dan pemerintah yang harus bertindak pada LSM-LSM yang menerima dana asing dan merugikan rakyat.

"Masyarakat juga perlu melakukan sanksi sosial terhadap aktivis-aktivis LSM yang menjadi kaki tangan asing. Suatu saat rakyat yang akan mengadili," ujarnya.

Lepas dari silang pendapat di atas, sosiolog dari Universtias Binghampton, Amerika Serikat, James Petras, sudah mengingatkan dalam tulisannya "Kritik Terhadap Kaum Post Marxist", 1997, bahwa LSM sudah terbiasa bekerja berdasarkan pesanan proyek dengan menerima dari dana funding agency (lembaga-lembaga keuangan) internasional.

Funding agency sengaja dibentuk oleh koorporasi (perusahaan-perasaan) asing yang menyediakan dana tak terbatas untuk bisa mempertahankan dan mengembangkan bisnisnya. Caranya dengan mengibarkan panji-panji demokrasi, HAM, antikorupsi, lingkungan hidup, dan lain-lain. (Web Warouw)

(Sinar Harapan) 

Kasus korupsi Hartati Murdaya Poo ( ANGGOTA DEWAN PEMBINA PARTAI DEMOKRAT )


by @TrioMacan2000

Eng ing eng..sesuai janji, saya kultwitkan kembali dugaan korupsi Hartati Murdaya Poo, konglomerat terkemuka, sohib istana dan Cikeas. Kultwit sebelumnya sdh kita bahas bgmn HMP menggelapkan tanah negara 33 ha di kawasan Kemayoran yg pengelolaannya jadi tgg jwb Setneg RI 

Tanah negara yg digelapkan itu kemudian dijadikan agunan oleh HMP utk dapatkan kredit bank mandiri sekitar Rp. 1.5 triliun. Bgmn HMP bisa melakukan itu? Bgmn sejarahnya? Kita akan kupas secara detail. Lahan 33 ha itu skrg kita kenal dgn kompleks PRJ / PT. JIEC. Dulu pd thn 1986, Wiyogo Atmodarminto saat itu Dubes RI di Jepang disebut2 namanya sbg kandidat kuat Gubernur DKI Jakarta. Wiyogo kaget kok dia yg sdh merasa tua dicalonkan jd Gub DKI oleh Suharto. Dia merasa malu jika jd Gub DKI tp blm berbuat apa2 utk DKI. Lalu Wiyogo minta bantuan temannya konglomerat RI terkaya saat itu Edward Suryajaya (anak william S/astra grup) dan pemerintah jepang. Permintaan Wiyogo itu dipenuhi Edwar Suryajaya dan pemerintah jepang. Mereka sepakat bangun Convention/ Exhibition Center di Kemayoran. Tapi Pemerintah jepang tak mau kasih kredit 100%, maksimum hny 90%, Pemerintah RI harus sediakan 10%. Pemerintah RI setuju. Namun karena Pemerintah RI tak punya uang, 10% modal pemerintah RI itu diberikan dalam bentuk tanah seluas 33 ha di Kemayoran, Jakpus. Lalu dimulailah pembangunan Convention Center di Kemayoran itu dgn bantuan kredit Jepang dan bunganya rendah, hanya 2.5% p.a. Saat itu blm marak bisnis convention center di Jakarta, income nya tdk begitu besar sampai pd akhirnya Pekan Raya Jakarta (PRJ) dipindah. Pengelolaan Exhibition itu dipegang oleh Edward Suryajaya Cs dan Pengelolaan PRJ tetap ditangani oleh Pemprov DKI Jakarta. 

Namun pada thn 1998 terjadi krismon. Dollar tembus Rp. 17.000. Edward Cs tak mampu bayar pokok dan bunga kredit yg capai US$ 30 jt. Namun, pengaruh Keluarga Suryajaya di Jepang memang luar biasa. Sbg pemilik Astra Grup, keluarga ini pny posisi istimewa di Jepang. Hampir setahun Edward Suryajaya melobi pemerintah Jepang & Bank2 kreditur. Akhirnya berhasil. Utang dipotong habis (haircut) jd US$ 7 jt. Namun, tiba2 Edward cs dikhianati oleh stafnya, kesepakatan itu dibocorkan stafnya dan dilaporkan kpd Hartati Murdaya dan Fauzi Bowo. Foke saat itu jabat Kadis Pariwisata. gubernurnya sdh digantikan Soeprapto. Foke dan Hartati lobi habis2an gubernur utk rebut paksa 

Gubernur kemudian berganti dgn Sutiyoso, Foke dan HMP jg diduga menipu Sutiyoso dgn iming2 dividen Pemprov lbh besar jika HMP yg kelola. Lalu terjadilah pengambialihan secara paksa/culas oleh HMP& Foke thdp pengelolaan kawasan 33 ha dan PRJ itu. Kenapa Foke intim dgn HMP. Sumber saya menyebutkan bhw Foke itu msh pny hub keluarga dgn Hartati melalui perkawinan sepupu istri Foke yg anak Sudjono Humardani. Sudjono Humardani itu sendiri adalah penasihat spiritual Suharto dan sangat berpengaruh pada jaman orde baru. Disebut2 tokoh Kejawen 

Kembali ke HMP, ternyata setelah abilalih paksa (hostile takover) itu, HMP tidak membayar kewajiban dividen ratusan milyar ke DKI. Sdh banyak usaha Pemprov DKI tagih dividen PRJ/JIEC ke HMP tapi HMP selalu ingkar dan Fauzi Bowo tetap melindungi dia. 

Selain masih pny hub keluarga, ternyata Foke memang sengaja bela HMP agar HMP mau bujuk SBY/Ani SBY utk dukung Foke jadi Gub DKI. Itulah sebabnya kenapa SBY dan Partai Demokrat tetap dukung Fauzi Bowo jd Gub DKI lagi meski SBY scra terang2an benci sama Fauzi Bowo. Julukan Foke sebagai Gubernur Pepesan Kosong berasal dari SBY yg muak dan jengkel lihat kinerja Foke yg sangat buruk dan banyk korupsi. Foke sendiri karena sdh "memegang" Hartati Murdaya Poo suka melecehkan SBY. Dia adalah gubenur yg brani suka telat jika diundang SBY

Kenapa Hartati sangat berkuasa dan berpengaruh besar thdp SBY dan Cikeas? Ini ada hubungannya dgn korupsi HMP di Kemayoran itu. Setelah menguasai pengelolaan PRJ dan lahan 33 ha, Hartati tdk puas. Dia ingin membeli 40% saham tambahan di PT. Metropolitan Kencana. PT. metropolitan kencana (MK) semula adalah milik Ciputra. Tapi krn krisis, Ciputra mau lepas sahamnya. HMP mau beli. Ciputra minta cash. Karena Hartati Murdaya tdk punya uang cash, maka dia cari akal bgmn bisa beli saham MK yg kuasai Pondok Indah Estate dst..dst itu 

Bingo !! HMP pny cara jitu meski nabrak hukum/korupsi. Ada tanah 33 ha milik negara yg sdg dia kelola. Lalu bersama2 Foke, mrka sikat. Simsalabim...tiba2 dgn kekuatan suap dan lobinya, pemerintah (menkeu Budiono, mensesneg Bambang Kesowo dan Gub DKI sutiyoso) setujui. Lalu diaturlah pengajuan kredit utk kepentingan pribadi dgn agunan tanah negara 33 ha di kemayoran itu. Dirut Mandiri ECW Neloe ikut2an. Semula Hartati itu dekat sama Megawati, apalagi suaminya Murdaya Poo adalah simpatisan Megawati. Tapi HMP ini tau baca situasi. Khianat 

Ketika uang kredit Mandiri cair 1.5 triliun, Hartati lalu gunakan utk beli saham MK yg 40% dari Ciputra atas nama pribadi/prshan sendiri. Dari 1.5 triliun kredit mandiri itu hny kurang 200 M yg benar2 digunakan utk PT. JIEC. Sisanya ratusan milyar lagi mengalir kemana2. Pada saat 2003 akhir dan 2004 awal itu Hartati sdh menempel ke SBY. Dia jeli melihat SBY sbg sosok capres potensial. SBY & HMP bersatu. HMP butuh SBY sbg cantelan politik dimasa depan, dia lihat Megawati sdh redup dan tak akan menang Pilpres 2004. SBY tak punya uang

Apakah ada uang ratusan milyar yg mengalir dari HMP yg berasal dari kredit haram Bank Mandiri itu ke SBY dan Partai Demokrat? 

KPK dibawah pimpinan Samad dulu berjanji akan usut kasus korupsi HMP dan aliran uang kredit haram itu. Tapi sampai skrg Samad hny omdo. Sdh jadi rahasia umum Samad skrg jadi abdi istana. Sdh tdk independen dan ingkar janji utk bongkar habis korupsi istana. Jd cecunguk !

Mudah2an kasus korupsi dan suap HMP dlm kasus pelepasan lahan hutan lindung di Buol utk jd kebun sawit yg diungkap KPK bs jd pintu masuk. Bgmn selanjutnya ttg korupsi2 Hartati Murdaya Poo yg sering disebut2 sbg mesin uang cikeas ? Apa hubnya dgn Dahkan Iskan?. Semuanya nanti akan saya kupas dan bahas satu per satu utk pencerahan publik dan misi perangi korupsi. Sekian. Terima kasih. MERDEKA !!!
kasus korupsi Hartati Murdaya Poo Bagian 1

sy akan lultwitkan tentang dugaan kasus korupsi Hartati Murdaya Poo, penguasaha kelas kakap, disebut2 kerabat dkt Cikeas

Hartati Murdaya jg dikenal sbg Ketua Umum Organisasi Keagamaan di Indonesia.Sering dituduh2 sbg kasir & mesin uang Cikeas. Siapa pjbt Indonesia yg ga "takut & segan" sama HMP? Dia Superwoman di Indonesia. Pjbt2 yg berani lawan dia banyak yg KO

Suami HMP, Murdaya Poo, jg konglomerat papan atas yg pernah jd anggota DPR dr fraksi PDIP namun kemudian dipecat thn lalu. Pemecatan Murdaya Poo sbg aggt DPR dr PDIP diduga keras krn tuduhan tdk loyal kpd partai kepala banteng, jg krn faktor HMP

HMP dulu dikenal sbg pemilik Central Cipta Murdaya (CCM) grup. Usahanya bermacam2. Dulu jg sbg pemilik lisensi pabrik Nike. Usaha CCM merambah kmn2. Berkembang pesat. Dr sawit hingga kimia. Maklum sj, dia kerabat dkt istana & jg kerabat Megawati. Dibandingkan Ayin alias Arthalita suryani yg pernah ditangkap krn suap jaksa Urip Tri Gunawan & sgt heboh, HMP jauh lbh hebat. Skg nasib HMP sdh kayak Ayin. HMP tdk tertangkap tangan & dijdkan tsk. HMP msh status dicekal krn dugaan suap Bupati Buol. Selain kasus suap bupati Buol, HMP jg disebut2 akan diusut kasus korupsinya di PRJ yg terdiri dari 2 kasus besar. HMP jg disebut2 sbg penyumbang terbesar dana kampanye Foke & jg bantu hendarji utk menangkan pilgub DKI Jkt. HMP ada dimn2 [HMP bantah disbt sumbang Foke 10M, mungkin 10M kekecilan. Merendahkan status HMP sbg konglomerat jajaran top negeri ini]. Status hukum HMP saat ini terkait kasus korupsi Buol dlm perizinan HPH/kebon sawit mmg br pd tahap cekal/dilarang ke LN, Utk kasus Buol yg bupatinya sdh jd tsk, sy ga mau bahas. Sdh banyak dimedia2 massa. Sy mau bahas yg blm ada dimuat dimn2

Sy bahas dulu kasus korupsi PRJ & pengelolanya PT. JIEC yg sgt terkenal itu. Semua warga Jkt pasti tahu apa itu PRJ hehe

Sy bahas ttg korupsi JIEC dan PRJ. Bkn ttg kerak telor, ondel2 atau pameran bisnisnya yg raup omset triliunan setiap th, Ada apakah dibalik kemegahan PRJ itu? Ada aroma busuk, sikut menyikut, tipu menipu, konspirasi &korupsi triliunan rupiah

Sy ga akan singgung dulu korupsi dividen atas hasil/keuntungan pelaksanaan PRJ ratusan M yg sehrsnya msk kas pemprov DKI. Soal korupsi&manipulasi dividen hak pemprov DKI akan sy bahas pd sesi kultwit selanjutnya. Skg bahas korupsi asset negara

Korupsi asset negara yaitu tanah lokasi PRJ/JIEC seluas 33 ha di kawasan Kemayoran diduga melibatkan sjmlh pjbt tinggi RI. Pjbt tinggi yg diduga terlibat diantaranya: Budiono (skg wapres),Bambang Kesowo (ex mensesneg), Agus Marto, ECW Neloe dll

Bgmnkah modus korupsi yg diduga dilakukan HMP cs? Sgt kasar & vulgar !! Tanah asset negara 33 ha diagunkan ke Bank Mandiri. Tanah 33 ha milik Setneg RI diagunkan ke Mandiri, uang kucuran kreditnya sekitar Rp 1.5T digunakan u/ kepentingan pribadi. Dr Rp 1.5 T uang haram hasil mengagunkan tanah milik negara 33 ha,hny sekitar 200 M yg digunakan u/ "permak" gedung JIEC. Sisa uang haram yg sekitar Rp 1.3 T digunakan utk kepentingan pribadi spt take over saham PT. Metropolitan Kencana, dll

PT. Metropolitan Kencana itu developer yg kelola kawasan Pondok Indah. Kawasan paling presitisius & termewah di Jakarta. PT. MK dulu dimiliki pengusaha terkemuka Ciputra namun saat kesulitan keuangan, ditake over oleh HMP pakai uang kredit mandiri. Masalahnya bgmn mungkin Bank Mandiri kucurkan kredit 1.5 triliun dg agunan tanah negara? Kok bisa? Aneh bin ajaib hehehe

Secara sekilas sj dpt dicium aroma busuknya. Bisa jd tanah negara itu dialihkan kepemilikannya ke HMP scr tdk sah/legal Atau tanah negara itu direkayasa sedemikian rupa shg bs jd jaminan kredit dr Mandiri yg proposalnya diajukan oleh Swasta. Digugat keras ada perbuatan pidana penipuan, pemalsuan, korupsi & kejahatan perbankan dlm kasus pengalihan tanah negara 33 ha

Dirut Mandiri saat itu ECW Neloe, Mensesneg (penguasa asset tanah negara di Kemayoran) Bambang Kesowo, Menkeu Budiono dst. Kredit haram sekitar Rp 1.5 T itu dikucurkan pd th 2003. Saat Megawati jd Presiden RI. Hartati saat itu sgt dekat dg Mega. Dg pat gulipat, kongkalikong, rekayasa,kolusi& suap, asset negara tanah 33 ha di kemayoran bs diloloskan jd agunan kredit. Kredit cair sekitar Rp 1,5 Y dr bank mandiri. Kemana uangnya yg 1.3 T diluar peruntukan poles2 gedung JIEC kemayoran?. Pd saat itu menjelang pemilu/pilpres 2004. Selain utk suap, pencalonan Murdaya Poo jd caleg, ada jg biaya politik lain

Kita tahu tiba2 HMP menyeberang ke kubu SBY yg saat itu Menko Polkam yg dianggurin/dicuekin Mega krn dinilai yg telah menipunya 4 kali, Jawabannya: Nanti pd sesi kultwit part 2 dstnya. Sekian dulu. Terima kasih. Semoga bermanfaat.