Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket

Kamis, 15 Maret 2012

AS Kini Takut kepada China




sumber: http://www.jakartapress.com

Mitt Romney, seorang calon Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik sekaligus bekas gubernur Massachussetts (negara bagian AS) 2003-2007 ini menuduh China telah mematikan industri AS. Celotehan Mitt Romney tersebut diutarakan saat berkampanye di hadapan rakyat AS. Lucu, geli, dan nyeleneh orang Amerika satu ini. Apakah dia tidak mengerti bagaimana Amerika bisa meraup banyak keuntungan dari perusahaan Amerika yang ada di China? Dengan masuknya investor China ke Amerika juga lapangan kerja tercipta, kaum buruh Amerika bisa terselamatkan. Itu bukan saya yang berbicara, tapi pengakuan dari International Longshoremen’s Association (ILA).

Tak hanya itu, Romney mengejek China sebagai perampok hak kekayaan intelektual Amerika. Bukan kali pertama China dituding pembajak hak intelektual oleh AS. Kantor Perwakilan Dagang AS merilis daftar pembajakan hak intelektual AS, China bersama Rusia masuk dalam daftar tersebut. Bahkan China katanya menempati urutan nomor wahid.
Selain itu, mata uang Yuan dijuluki oleh Romney sebagai manipulator Yuan. Penyebab ekspor China ke AS yang menggila dianggap Romney karena China telah memanipulasi mata uangnya. Pesoalan Yuan pernah dibahas oleh Senat AS tahun 2011. Mereka memasukan pembahasannya ke dalam rancangan undang-undang terkait dengan mata uang Yuan. UU itupun disahkan. Mata uang AS pun menguat dari Yuan. China berang dan merasa tersinggung. Bagi China, ini akan menciptakan perang dagang.

Serangan Romney terdengar ke China. Untungnya Menteri Luar Negeri AS Robert Thomas Hormats membela China. Tengok saja beberapa hari lalu Asia Society yang berbasis di New York menyelenggarakan forum Hubungan Ekonomi AS-China. Forum ini mendatangkan Hormats untuk memperkuat hubungan antara kedua negara itu. Dalam pidatonya Hormats berkata, “Masalah-masalah itu bukan kesalahan China. Masalah-masalah itu justru timbul karena sistem politik kita (AS-red).” Hormats menegaskan, jika AS ingin selalu unggul dari China, caranya dengan membuat AS semakin kompetitif. Terkait persoalan tersebut, sebelumnya China Daily mewawancarai Hormats.

Memang benar, China sebagai negara pengekspor terbesar ketiga di AS bisa menyulut perang dagang. Barang-barang buatan China yang membanjiri AS menjadi persoalan. Makanya AS kini memberlakukan proteksi atas produk dalam negeri untuk menahan serangan produk China. Karena China memiliki kekuatan dari sektor ekonomi, terutama kini juga militer China tengah diperkuat tentu tak gentar terhadap AS. China tetap menjadikan AS sebagai salah satu pasar utama. Tengok saja data yang dihimpun majalah Forbes. Dari nilai perdagangan China ke AS tahun 2011 mencapai angka US$ 300 miliar. Dengan demikian, China juga cukup bergantung terhadap pasar AS. Bila AS hancur, China bisa ikut-ikutan meskipun tidak akan separah AS.

Baru-baru ini, terdengar lagi hubungan dagang AS-China memanas. Para analis memprediksi akan terjadi perang dagang antara kedua negara tersebut. Pasalnya, AS membutuhkan bahan baku mineral langka atau disebut dengan Logam Tanah Jarang. Disebut langka atau jarang karena bahan baku tersebut didominasi oleh China, 97 persen China menguasainya. AS mendesak China supaya memasok bahan baku mineral seperti cerium, neodymium, dysprosium dan lainnya untuk keperluan industri strategis seperti otomotif, elektronik, hingga persenjataan.

China tetap membatasi eskpor bahan baku penting bagi Amerika yang gemar berperang itu. Ini sebagai tindakan balasan atas kebijakan dagang AS terhadap China. Muncul pula beberapa anggapan, salah satunya alasannya karena tahun 2009 AS menaikan tarif 35 persen terhadap impor ban dari China. Hal ini karena sebelumnya China mengekspor ban ke AS hingga tiga kali lipat. Tentu saja ekspor tersebut cukup merugikan industri ban AS. Memang benar, AS tidak sepenuhnya menerapkan ajaran kapitalisme.

Kini posisi China berada di atas angin. AS bergantung kepada China. Bagaimana tidak, AS melayangkan gugatan melalui Organisasi Perdagangan Dunia. Gugatan terkait batasan ekspor bahan baku mineral. Ini menjadi
bergaining positioning bagi China di hadapan AS, sebuah kondisi yang berbeda sebelum reformasi ekonomi diberlakukan di China. Semua ini berkat pemikiran Deng Xiaoping menggantikan posisi Mao Zedong.

Tidak ada komentar: