Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket

Kamis, 26 Juli 2012

Jokowi: Walikota Solo yang Humanis dan Berprestasi


Jokowi: Walikota Solo yang Humanis dan Berprestasi

Alhamdulillah ada juga tokoh bagus yang bisa diberitakan…:)
Agar Indonesia makmur, butuh pemimpin yang amanah dan peduli pada rakyatnya. Mudah-mudahan para tokoh, parpol, dan pejabat bisa mendukungnya juga. Ada pun kita bisa mendukungnya dengan mempromosikan di milis-milis dan blog yang kita miliki jika perlu membuat dan memasang spanduk agar rakyat tidak salah pilih dan didapat pemimpin yang amanah.
Jarang-jarang ada pemimpin di Indonesia yang bagus dan humanis. Oleh karena itu saya tampilkan Jokowi yang mampu memindahkan pedagang kaki lima di Solo tanpa harus menggusur mereka. Jokowi dengan cerdas mengatasi masalah dengan Win-Win Solution.
Hebatnya lagi, tidak seperti pemimpin lain yang mengeluh soal gaji atau minta naik gaji, dia tidak pernah mengambil gajinya. Usaha Mebelnya yang sudah ada sebelum jadi walikota sudah cukup untuk menghidupinya.
Contohnya agar mau dipindahkan, Jokowi mengajak para pedagang itu makan-makan setiap minggu. Pada acara makan ke 54, baru dia berani menyatakan bahwa dia akan memindahkan para pedagang.
Apa Jokowi mampu menjamin bahwa di tempat baru tidak akan sepi? Kata para pedagang. Jokowi tidak berani menjamin. Tapi dia mempromosikan pasar baru itu di TV Lokal Solo selama berbulan-bulan.
Para pedagang ingin toko baru mereka gratis. Namun DPRD keberatan. Jokowi mengatasinya dengan memberi gratis, tapi para pedagang membayar biaya retribusi Rp 2.600/hari di mana dalam waktu 8,5 tahun biaya Rp 9,8 milyar untuk relokasi akan kembali.
Saat pengelola Railbus minta tarif Rp 30.000, dia menolak dan minta agar tarif cuma Rp 3.000. Siapa yg mau naik jika tarifnya Rp 3000? Katanya. Jarang ada pemimpin yg berani melawan pengusaha untuk membela rakyat.
Saat ada sekolah dasar negeri yang memungut uang masuk sampai Rp 1,5 juta, begitu dapat laporan dari orang tua murid, Jokowi langsung datang seorang diri naik motor dengan pakaian biasa ke sekolah itu. Setelah itu, tak ada lagi pungutan. Jokowi rupanya mengancam jika sampai ada pungutan, kepala sekolahnya akan diganti detik itu juga.
Jokowi juga berani menentang Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, yang ingin menggusur bangunan bersejarah Solo untuk dijadikan Mal. Saat Bibit marah dan memakinya sebagai bodoh, Jokowi dengan rendah hati berkata bahwa dia memang bodoh dan dia heran kenapa warga Solo memilih dia yang bodoh sebagai walikota selama 2 periode.
Sebagai pengusaha, beda dengan para bos/pimpinan lain yang suka menindas anak buahnya secara semena-mena, Jokowi memperlakukannya dengan manusiawi. Ini satu komentar anak buahnya di milis LISI:
Re: [LISI] Jokowi: Walikota Solo yang Humanis dan Berprestasi
Dari: “nurhadi purwata”
saya pernah lama tinggal di solo; pernah mengerjakan pekerjaan kecil untuk perusahaan pak jokowi. walaupun saya jauh lebih muda, pak jokowi memperlakukan saya seperti seorang teman; saya jadi tidak merasa sedang berhadapan dengan seorang walikota & juga pemilik perusahaan tersebut, sehingga merasa nyaman saat menemui beliau. demikian juga waktu mengerjakan pekerjaan kecil di salah satu dinas di pemkot surakarta, beliau sendiri mengikuti perkembangannya dengan saya memberi report langsung ke beliau. saya kira ini salah satu kontributor keberhasilan pak jokowi, beliau tidak menganggap kecil proyek apapun di lingkungan pemkot, sehingga laporan tidak hanya dari pejabat terkait yang mungkin bisa abs.
salam
nur (mendukung jokowi untuk ri-1)
Meski tidak sebagaimana pemimpin Muslim lainnya yang saat pidato kerap mengutip kitab suci meski prakteknya “biasa-biasa saja”, Jokowi dalam ibadah rutin pun seperti shalat menurut pak Andrinof yang sempat bertemu beliau selama 10 hari justru lebih disiplin daripada kebanyakan politisi muslim. Ini komentarnya di milis LISI:
— In LISI@yahoogroups.com, Andrinof A Chaniago wrote:
Dan, dalam ibadah rutin pun, saya lihat Jokowi lebih disiplin dari kebanyakan politisi muslim.
Selain itu, saat banyak pejabat di Indonesia berpangku-tangan, Jokowi dengan gigih membantu pengembangan Mobil Esemka dengan menjadikannya sebagai Mobil Dinas AD 1 A di Solo. Jokowi bahkan membantu melakukan berbagai uji nasional.
Lihat pembelaan Jokowi saat sebagian pemimpin Indonesia menyatakan mobil Esemka sebagai “Odong-odong”:
“Mobil Esemka bukan odong-odong, rancangannya telah dipikirkan baik-baik sejak lima tahun yang lalu,” kata Joko Widodo di Kantor Perum LKBN ANTARA di Jakarta, Sabtu (25/2).
Joko Widodo bahkan menantang mobil produksi lain berharga sama untuk adu kualitas.
“Dengan harga Rp95 juta, coba Esemka dijejerkan dengan mobil merk lain, pasti kualitas mobil Esemka lebih baik,” kata Jokowi, sapaan akrab Joko Widodo.
Jokowi bahkan berusaha menyediakan perusahaan sehingga Mobil Esemka bisa diproduksi di Solo dan anak-anak lulusan Esemka bisa membuat mobil di situ.
Jokowi mengatakan hasil uji emisi Esemka akan keluar pekan depan. Jika dinyatakan lulus uji, maka mobil tersebut akan langsung diproduksi. Saat ini baru ada tujuh investor yang bersedia berinvestasi, terdiri dari tiga investor lokal, tiga investor nasional dan satu koperasi. 
Jokowi mengatakan, proses produksi akan dilakukan di Solo. Rencananya, setiap bulan akan diproduksi sebanyak 200 mobil. “Tidak banyak lah, jangan bandingkan dengan manufaktur dan jasa, ini hanya 200, tapi yang terpenting adalah merek Indonesia,” katanya.
Mobil Esemka mampu melaju dengan kecepatan 120 km/jam dan tetap stabil sebagaimana Roy Suryo mengendarainya:
Bahkan perusahaan Otomotif AS, General Motors, saja berminat “membantu” pengembangan Mobil Esemka. Namun kalau dibiarkan, khawatirnya Esemka akan jadi mobil Amerika. Bukan Indonesia.
Mobil Esemka saat ini jauh lebih baik ketimbang mobil pertama yang dibuat oleh AS dan Jepang. Coba lihat foto mobil-mobil Jepang kuno:
Jadi harusnya kita semua membantunya. Meski Esemka belum sempurna, tapi tidak mungkin kita bisa berlari jika tidak mau merangkak dan berjalan.
Ada sekelompok orang yang berusaha mendiskreditkan seolah-olah Jokowi bukan Muslim. Padahal Jokowi adalah seorang Muslim yang masih sholat. Ini foto-fotonya:
Jokowi Usai Sholat di Masjid Sunda Kelapa
Jokowi usai sholat Jum’at di Masjid Sunda Kelapa
Jokowi Usai Sholat Jum'at di Tanah Abang
Jokowi Usai Sholat Jum’at di Tanah Abang
Terhadap orang-orang yang mengkafirkan Jokowi atau pun sekedar ghibah dan fitnah saya sekedar mengingatkan:
Tiga perkara berasal dari iman: (1) Tidak mengkafirkan orang yang mengucapkan “Laailaaha illallah” karena suatu dosa yang dilakukannya atau mengeluarkannya dari Islam karena sesuatu perbuatan; (2) Jihad akan terus berlangsung semenjak Allah mengutusku sampai pada saat yang terakhir dari umat ini memerangi Dajjal tidak dapat dirubah oleh kezaliman seorang zalim atau keadilan seorang yang adil; (3) Beriman kepada takdir-takdir. (HR. Abu Dawud)

Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani)
Sumber:

Memimpin Solo ala Jokowi

Joko Widodo mengatakan pemimpin yang baik harus mampu melakukan terobosan..
Jokowi mampu melakukan terobosan baru dalam mengubah Kota Solo, sehingga kebijakan populisnya dapat dirasakan langsung oleh warganya.
Walikota Solo Joko Widodo, atau biasa disapa Jokowi, mulai dikenal banyak orang setelah berhasil menata pedagang kaki lima di Kota Solo, tanpa gejolak sama-sekali.
Dengan keahliannya berkomunikasi, Jokowi dianggap mampu mematahkan mitos pemindahan PKL harus berujung pada bentrokan antara aparat dan pedagang, seperti yang terjadi di wilayah lain.
Empat tahun lalu, sekitar 900 orang pedagang itu akhirnya mau meninggalkan Taman Banjarsari di pusat Kota Solo menuju lokasi baru di Pasar Klitikan.
Ini adalah salah-satu contoh keberhasilan lelaki kelahiran 21 Juni 1961 ini, semenjak dia dipercaya menjadi Walikota Solo sejak tahun 2005 lalu.
“Saya selalu berpikir sederhana, dan berbuat juga sederhana”, kata Joko Widodo dalam wawancara khusus dengan BBC Indonesia di rumah dinasnya di Kota Solo, hari Senin (25/7) lalu.
“Kita harus berani membuat terobosan, jangan rutinas, jangan monoton, (harus) selalu ada pembaharuan, selalu ada inovasi”
Joko Widodo
“Tapi,” lanjutnya, “(Kita) harus berani membuat terobosan, jangan rutin, jangan monoton, (harus) selalu ada pembaharuan, selalu ada inovasi, itulah yang terus kita lakukan”.
Hal itu ditandaskan Jokowi ketika ditanya apa resepnya selama 5 tahun memimpin warga Kota Solo.
Lebih lanjut alumni Fakultas Kehutanan, UGM, Yogyakarta (1985) ini mengatakan, upaya terobosan itu dia lakukan karena selama ini program kerja Kota Solo terlalu monoton dan tidak jelas ukuran keberhasilannya.
“Sehingga kita tidak tahu golnya kemana, ukuran keberhasilannya itu apa,” kata Jokowi, yang dulu dikenal sebagai pengusaha di bidang meubel.
Penataan dan penambahan pasar tradisional menjadi prioritas Jokowi.
Untuk itulah, bersama wakilnya FX Hadi Rudyatmo, Jokowi meminta bawahannya di jajaran birokrasi Kota Solo membuat konsep yang jelas dan kongkrit setiap mengajukan program kerja — termasuk bagaimana pengawasannya.
“Dan yang paling penting, mereka harus bisa menerangkan ke saya, pengembaliannya seperti apa kepada kita, return sosialnya, return ekonominya apa, return budayanya apa,” paparnya.
“Tidak hanya menghabiskan uang, tetapi harus jelas kira-kira kembalian ke rakyat, kembalian ke masyarakat, kembalian ke kota itu (harus) dihitung,” jelasnya.
Walikota PKL
Sejak berhasil memindahkan pedagang kaki lima, PKL, dari Taman Banjarsari ke Pasar Klitikan, empat tahun silam, tanpa menimbulkan konflik, nama Jokowi — begitu sebutan akrabnya — mulai banyak disebut.
Dia dianggap mampu mematahkan mitos pemindahan PKL harus berujung pada bentrokan antara aparat dan pedagang, seperti yang terjadi di wilayah lain.
Tetapi menurut Joko, proses itu tidaklah gampang. Dia harus menjalin komunikasi dan negosiasi berbulan-bulan dengan perwakilan pedagang kali lima itu, hingga mereka akhirnya mau pindah ke lokasi yang baru, tanpa ada protes.
Kepada Heyder Affan, Jokowi menjelaskan filosofi kepemimpinannya.
“Saya melakukan pendekatan manusiawi terhadap mereka,” kata Jokowi, suatu saat, mengambarkan proses komunikasinya dengan para PKL itu.
Akhir Juli lalu, saya datangi lokasi bekas PKL di Taman Banjarsari, dan yang tampak adalah kenyamanan yang diperlihatkan belasan warga kota dengan beristirahat di tempat itu — yang terlihat asri dan tenang.
Para PKL yang telah sekitar 4 tahun menempati tempat baru di Pasar Klitikan, seperti disampaikan perwakilannya, Joko Sutikno, mengaku merasa lebih nyaman berada di lokasi yang baru.
“Di sini lebih ada kepastian hukum, berbeda saat saya berada di lokasi yang lama,” katanya.
Walaupun program penataan semua PKL di kota itu belum tuntas, atas upaya terobosannya itu Jokowi dianggap mampu memberikan pelayanan yang baik bagi warga Kota Solo, utamanya bagi warga kalangan bawah.
Tokoh perubahan
Belasan warga Kota Solo yang saya wawancarai akhir Juli lalu menganggap banyak langkah perubahan yang dilakukan sang walikota.
Mereka menyebut program seperti pelayanan asuransi kesehatan untuk warga miskin, serta layanan kesehatan dengan biaya dari APBD.
Pedagang kaki lima di Kota Solo diberi tempat khusus oleh Jokowi.
Reformasi birokrasi berupa antara lain kemudahan pembuatan KTP juga disebut sebagian warga kota itu tidak terlepas dari kepemimpinan Jokowi.
Atas usahanya itu, lelaki kelahiran 21 Juni 1961 ini diganjar penghargaan Bung Hatta Award 2010.
Harian Republika juga menempatkannya sebagai Tokoh Perubahan 2010, menyusul langkah Majalah Tempo dua tahun sebelumnya yang memilihnya sebagai tokoh pilihan — yang dianggap berhasil melakukan perubahan bermanfaat bagi warganya.
Pemihakannya kepada warga miskin kota, juga dibuktikannya dengan memberdayakan pasar tradisional, dan membatasi pembangunan mal.
“Saya tidak anti mal. Tetapi kita sebagai pemerintah kota harus mengendalikan mereka, membatasi mereka”
“APBD itu harus sebanyak-banyaknya digunakan untuk masyarakat, utamanya masyarakat kurang mampu,” kata Jokowi, yang mengenakan jas hitam saat diwawancarai BBC Indonesia.
Namun menurutnya, itu tidak berarti pihaknya menolak kehadiran investor, yang disebutnya “dibutuhkan untuk menggerakkan ekonomi kota”.
“Tetapi jangan investasi yang menggerogoti ekonomi kecil,” tandasnya. “Misalnya (investasi berupa pendirian) supermarket, yang nanti bisa berbenturan dengan pasar tradisional”.
“Saya tidak anti mal. Tetapi kita sebagai pemerintah kota harus mengendalikan mereka, membatasi mereka,” jelas Joko.
Membangun sistem
Dibayangi kemampuannya dalam melakukan berbagai gebrakan demi transformasi kota Solo, sebagian warga itu khawatir semua itu akan berakhir, ketika masa kepemimpinan Joko berakhir, empat tahun lagi.
Pimpinan Partai Hanura di Kota Solo, Abdullah AA, adalah salah-seorang yang menekankan agar Jokowi memikirkan pula langkah-langkah lanjutan setelah gebrakan awal dilakukan.
Penambahan sarana transportasi, seperti bus khusus, menghubungkan berbagai wilayah di Kota Solo.
“Saya rasa yang perlu diperbaiki adalah kesinambungannya,” kata Abdullah AA kepada BBC Indonesia.
Dalam wawancara kepada BBC Indonesia, Jokowi mengaku terus membenahi dan membangun sistem yang baru.
“Saya kira (sistem) kayak seperti masalah KTP, itu ‘kan sistem yang kita bangun,” kata Jokowi, yang sebelum menjadi walikota dikenal sebagai pengusaha meubel.
Alumni Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta ini menolak jika disebut kepemimpinannya selama ini semata berfokus pada gaya kepemimpinan.
“Saya paling tidak senang kalau tergantung pada figur,” tegasnya. “Sehingga yang saya bangun adalah sistem”.
Menolak suap
Selama dipercaya menjadi Walikota Solo sejak 2005 lalu, Jokowi mengaku berulangkali menolak sogokan uang dari sejumlah pengusaha.
Upaya ini dilatari motif agar sang walikota meluluskan proyek investasi milik mereka.
“Kalau memang investasinya baik, kenapa harus pakai duit-duit seperti itu. Silakan jalani sistem yang ada, ikuti aturan yang ada. Karena aturannya seperti itu,” katanya, menjelaskan alasan penolakannya.
Sejauh mana Anda mampu bertahan dari godaan materi seperti itu?
Menurutnya, ketaatan pada sistem merupakan senjata ampuh menolak praktek busuk seperti itu.
“Nggak ada (istilah) balas jasa di PDI-P, ya karena ideologi yang selalu disampaikan partai, itu sangat luar biasa, itu saya ambil dalam panduan dalam bekerja”
Hal ini pula yang dia tekankan kepada anak buahnya di jajaran birokrasi.
“Kalau nggak mau mengikuti sistem yang kita bangun, ya kita tinggal,” tegasnya.
Kepada keluarga dan lingkungan terdekatnya, juga dia memberikan batasan jelas tentang sistem tersebut.
Lainnya? “Ya, yang selalu saya sampaikan, bahwa kita sudah diberi amanah oleh rakyat untuk bekerja sebaik mungkin”.
Tetapi apakah Anda bisa menepis politik balas jasa, karena Anda selama ini disokong oleh PDI Perjuangan, tanya BBC Indonesia.
“Nggak ada (istilah) balas jasa di PDI-P, ya karena ideologi yang selalu disampaikan partai, itu sangat luar biasa, itu saya ambil dalam panduan dalam bekerja,” kata Jokowi dengan nada tegas.
Nominator Gubernur Jakarta
Tahun 2015 nanti, periode kepemimpinan (yang kedua) Joko Widodo sebagai Walikota Solo, akan berakhir.
PDI Perjuangan, sebagai partai penyokongnya, telah menominasikannya sebagai calon Gubernur DKI Jakarta mendatang, bersama 2 orang nominator lainnya.
Joko Widodo menyebut kepercayaan yang diberikan partai penyokongnya itu sebagai “tantangan”.
“Karena di Jakarta ada persoalan yang sudah lama tidak pernah terselesaikan. Dan menurut saya itu menantang,” kata Jokowi, yang pada tahun 2010 lalu dianugerahi ‘Tokoh Perubahan 2010′ oleh Harian Republika.
Menurutnya, sekarang PDI P tengah melakukan survei untuk menilai siapa nominator yang kelak layak dicalonkan secara resmi.
“Tapi terus terang, saya tidak membayangkan atau memikirkan jabatan itu. Semuanya terserah partai,” kata pria kelahiran Kota Solo ini.
Pemimpin dan citra media
Kepada Jokowi, saya tanyakan pula bagaimana dirinya memposisikan diri di tengah pemberitaan media terkait segala kebijakannya dalam menata Kota Solo selama ini.
Pertanyaan ini saya utarakan terkait dengan istilah ‘pencitraan’ yang oleh sebagian orang dianggap sebagai persoalan yang menimpa para elit pimpinan di tingkat nasional.
Joko Widodo, yang pernah diundang memberikan materi tentang kepemimpinan di Lemhannas ini, menyatakan, pembangunan program kerja yang dilakukannya selama ini adalah nyata dan kongkrit.
Menurut Jokowi, citra seorang pemimpin terbangun karena program kerjanya dan bukan imej semata.
“Yang penting kan membangun programnya, itu kenyataan kongkrit yang bisa dilihat, ” tegasnya.
Dan menurutnya, kalau ingin mengetahui hasil kerjanya, bisa ditanyakan langsung kepada warga Kota Solo.
“Jangan tanya kepada saya, tapi tanya ke masyarakat, benar atau tidak, baik atau tidak baik”.
“Saya nggak bisa menilai diri saya-sendiri,” katanya lagi, seraya menambahkan, media massa bisa dijadikan sumber untuk menanyakan program-program kerjanya selama ini.
Lebih lanjut Joko mengatakan, apabila media melaporkan ‘tidak baik’ tentang program kerjanya, barangkali programnya itu memang tidak baik.
“Sehingga saya harus memperbaikinya (program itu),” tandas Jokowi.
Dengan kata lain, katanya, “sebuah citra terbangun bukan karena kita jaga imej, tapi memang karena rakyat mengatakan itu”.
Tukang Kayu
Setelah lulus kuliah, Jokowi lantas memilih terjun sebagai pengusaha meubel, yang dia istilahkan sebagai “tukang kayu”.
Pilihan ini tidak terlepas dari aktivitas keluarga besarnya — dari garis ayah dan ibunya — yang sejak awal menggeluti dunia perkayuan.
Itulah sebabnya, dia kemudian memilih kuliah di Fakultas Kehutanan, UGM, jurusan Industri Perkayuan.
Lebih dari 20 tahun malang-melintang berkecimpung di bisnis meubel kayu itu, lelaki berperawakan ramping ini tidak pernah membayangkan menjadi walikota.
Pembangunan infrastruktur kota digalakkan selama Jokowi memimpin Solo.
“Saya juga bingung,” jawabnya, lagi-lagi dengan tertawa, ketika saya tanya kenapa dia akhirnya bersedia dicalonkan PDI Perjuangan sebagai Walikota Solo, tahun 2005 lalu.
Ketika itu, Jokowi dan pasangannya memenangkan pilkada, dengan perolehan suara 37 persen.
“Pada saat (pemilihan) pertama, ya, kecelakaan, karena calon lain pintar-pintar dan sangat populer. Saya sendiri tidak populer dan bukan orang politik.”
Mengetahui dia terpilih sebagai walikota, yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya, membuat Jokowi semakin meyakini bahwa hidup seseorang itu ‘ada yang mengatur’.
“Inilah hidup, saya jalani saja hidup yang sudah digariskan oleh yang di atas”.
Tetapi pada pilkada berikutnya, tahun 2010 lalu, Jokowi dan pasangannya makin berkibar, dengan meraih suara 91 persen, yang tentu saja ini tidak terlepas dari berbagai program dan gebrakannya selama periode pertama kepemimpinannya sebagai orang nomor satu di Kota Solo.
Pengaruh sosok ibu
Kepada BBC Indonesia, peraih berbagai penghargaan ini, mengungkap dua orang yang disebutnya berpengaruh besar terhadap perjalanan hidup dan karakternya sekarang.
Sosok pertama adalah Bung Karno,”yang sosok dan pemikirannya begitu brilian terhadap negara ini”.
Dia kemudian mengaku membaca semua buku-buku karya presiden pertama Indonesia itu.
“Dan kedua adalah ibu saya,” ungkapnya. “dia banyak memberi pengaruh pada sisi karakter dan kepribadian saya”.
Ketika menyebut sosok ibunya, suara Jokowi agak memelan, dan matanya terlihat berkaca-kaca.
“Ibu saya itu sangat pekerja keras. Jadi saya kira, contoh seperti itu yang saya ambil”.
Solo sumbu pendek
Dalam wawancara sekitar 1 jam itu, saya dan Joko Widodo sempat menyinggung karakter Kota Solo dan sejarahnya.
Saya memulai pertanyaan dengan menyebut istilah Kota Solo sebagai kota ‘bersumbu pendek’.
“Kalau orang menyebut Solo itu sumbu pendek itu dulu, sekarang tidak,” tandasnya, dengan mimik serius.
Kota Solo pernah dianggap bersumbu pendek dan didiami warga yang multiideologis.
Dia kemudian bercerita singkat. “Memang dalam sejarah, kota ini dibakar 11 kali, lalu balai kota itu dibakar 3 kali”.
Menurutnya, tidak ada kota “seseram Kota Solo meski warganya (dikenal berperangai) halus.”
“Tapi begitu keliru me-manage bisa menjadi malapetaka seperti itu”.
Hal ini dia tekankan setelah saya tanya “bagaimana dia membesarkan Kota Solo yang warganya memiliki latar ideologi dan pilihan politik yang beraneka”.
Seperti diketahui, PDI Perjuangan yang beraliran nasionalis sekuler dikenal mempunyai basis kuat di kota ini.
Tapi di sisi lain, di sekitar kota ini berdiri pula pesantren dan organisasi Islam yang pernah dikaitkan dengan tersangka teroris Abubakar Baasyir.
“Di sini komplit, ada fundamentalis Kristen, ada fundamentalis Islam, Fundamentalis Kejawen juga masih ada, bahkan fundemantelis Komunis masih ada.”
Di Jaman Orde Lama, kota ini dikenal pula sebagai salah-satu basis Partai Komunis Indonesia, PKI.
“Di sini komplit, ada fundamentalis Kristen, ada fundamentalis Islam, fundamentalis kejawen juga masih ada, bahkan fundemantelis Komunis masih ada,” ungkapnya, terus-terang.
Sebagai pemimpin, Jokowi mengaku memberi akses yang sama kepada semua warganya — demi memajukan Solo.
“Jangan sampai tersumbat komunikasi, jangan sampai saluran ide gagasan tidak bisa tersampaikan kepada kita,”katanya.
Menurutnya, komunikasi dengan siapapun sangat diperlukan. “Dan itu sangat mendinginkan psikologi kota.”
“Kota ini akan menjadi dingin, sejuk, kalau komunikasi baik dengan siapapun,” tandas Jokowi yang dikenal lebih sering menemui warganya ketimbang duduk di belakang meja kerjanya.
Penggemar musik cadas
Tidak banyak yang tahu kalau Joko Widodo adalah penggemar musik beraliran keras.
Saya pun baru tahu setelah membaca blog milik seorang warga Kota Solo, yang bertutur tentang pertemuan singkatnya dengan Jokowi.
Itulah sebabnya, di akhir wawancara, saya sengaja menanyakan ihwal kegemarannya ini.
Dan bisa ditebak: paras Jokowi sekonyong-konyong terlihat berpendar, dan tawanya terlihat lepas, ketika saya tanya “bagaimana Anda bisa menyukai aliran musik hingar-bingar seperti itu…”
“Ya, karena di situ ada kebebasan berekspresi,” tandasnya, seraya tergelak.
“Kadang-kadang (lirik dan irama musik seperti itu) memberi inspirasi, kalau kita lakukan pada arah positif, itu bisa memberi dampak yang baik pada masyarakat”
“Dan kebebasan seperti itu dibutuhkan dalam membuat terobosan kebijakan,” katanya lagi.
Jokowi lantas menyebut beberapa grup musik cadas, mulai era tahun 70-an hingga sekarang, seperti Led Zeppelin, Black Sabbath, Napalm Death, Sepultura, Metallica, serta Fear Factory.
“Kadang-kadang (lirik dan irama musik seperti itu) memberi inspirasi, kalau kita lakukan pada arah positif, itu bisa memberi dampak yang baik pada masyarakat,” jelasnya.
Demi kebebasan itu pula, Jokowi mengenang, dia sempat memelihara rambut gondrong ketika masih belia. “Tapi kalau sekarang walikota gondrong, nanti jadi lucu…ha-ha-ha…”
Untuk menyalurkan ide kebebasan itu, alumni Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta ini, lantas menggeluti organisasi pencinta alam, tetapi bukan organisasi kemahasiswaan yang berorientasi politik.
Ir. Joko Widodo (lahir di Surakarta, 21 Juni 1961; umur 50 tahun)[1], lebih dikenal dengan nama julukan Jokowi, adalah walikota Kota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bhakti 2005-2015. Wakil walikotanya adalah F.X. Hadi Rudyatmo. Ia dicalonkan oleh PDI-P[2].
Jokowi meraih gelar insinyur dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985.[1] Ketika mencalonkan diri sebagai walikota, banyak yang meragukan kemampuan pria yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini; bahkan hingga saat ia terpilih.[3] Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya.
Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui moto “Solo: The Spirit of Java”. Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat. Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya.[3] Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008 diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran.
Oleh Majalah Tempo, Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008″
Andai Joko Wi, Gubernur DKI Jakarta
Imanuel More | Benny N Joewono | Selasa, 28 Juni 2011 | 18:09 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com – Gaya kepemimpinan Joko Widodo, Walikota Solo, Jawa Tengah, dipandang perlu menjadi perhatian dan ditiru para pemimpin DKI Jakarta. Joko Wi, demikian panggilan sang walikota, dianggap berjiwa demokratis dan mengayomi kepentingan warganya hingga yang paling bawah.
“Kita merindukan para pemimpin Jakarta itu seperti Joko Widodo. Bayangkan, untuk merelokasi pasar saja dia berdialog dengan warganya 57 kali, bahkan mengajak makan bersama,” ujar Lieus Sungkharisma, pengusaha di kawasan Hayam Wuruk, Jakarta Barat, kepada Kompas.com, Selasa (28/6/2011).
Dengan pendekatan personal yang mendahulukan dialog untuk mendengarkan aspirasi dari bawah, kebijakan yang dikeluarkan Jokowi minim penolakan.
Berbagai silang pendapat dan kepentingan juga dapat diakomodasi, lanjut Lieus, dan semua pihak dapat memahami tujuan bersama yang diemban pemerintah. “Inilah pemimpin yang demokratis dan mengayomi masyarakat,” kata Lieus.
Hal menonjol yang terlihat dalam kepemimpinan Jokowi adalah perhatian dan apresiasinya terhadap masyarakat dari berbagai golongan. “Kita merasa diwongke (diorangkan),” tambah Bambang Sungkono, pemilik bengkel di Jalan Hayam Wuruk.
Meskipun mengakui, setiap kebijakan pemerintah pasti mendapatkan pandangan pro-kontra, ia berpendapat keputusan yang diambil berdasarkan dialog bisa memberikan kepuasan lebih karena semangat penghargaan seorang pemimpin.
Menurut Lieus, pendekatan serupa pernah dilakukan almarhum Ali Sadikin, saat menjabat Gubernur DKI. Oleh pendekatan tersebut, para pengusaha di kawasan Gajah Mada-Hayam Wuruk rela menyumbangkan masing-masing enam meter dari lahan mereka untuk keperluan pelebaran jalan. “Kemudian, kami juga mau menyumbangkan sebagian areal toko untuk pembangunan trotoar umum,” jelasnya.
Pendekatan serupa saat ini jarang ditemukan di kalangan pejabat pemerintahan DKI. Pemerintah, menurutnya kerap mengambil kebijakan sepihak tanpa mempertimbangkan untung-rugi bagi warga yang berkepentingan. Ia mencontohkan penerapan aturan parkir off street.
“Enggak ada hujan, nggak ada angin, tiba-tiba sudah ada larangan parkir di badan jalan. Ya, kami, pedagang kaki lima, dan petugas parkir jelas kelabakan,” tandasnya.

Wah! Wali Kota Solo Tak Pernah Ambil Gaji

Maria Natalia | Inggried | Kamis, 26 Mei 2011 | 16:50 WIB
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
JAKARTA, KOMPAS.com — Jarang terdengar bahwa pejabat di Indonesia tidak mau menerima gajinya, justru kebanyakan dari mereka meminta kenaikan gaji. Namun, pejabat yang satu ini, Wali Kota Solo Joko Widodo, berbeda dengan pejabat lainnya. Selama menjabat sebagai wali kota, ia tidak pernah sekali pun mengambil gaji yang menjadi haknya. Hal ini dengan malu-malu diungkapkannya ketika ditanya oleh salah satu peserta seminar “Gerakan Perempuan Mewujudkan Good Governance” di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Kamis (26/5/2011).
“Gaji wali kota Rp 6,5 juta. Potong pajak jadi Rp 5,5 juta. Saya tidak pernah nanya. Saya merasa, memang saya sebenarnya butuh uang, tapi ada orang lain yang lebih membutuhkan uang ini dari kita,” tutur Joko sambil tersenyum.
Joko mengaku, ia dan istrinya memiliki pendapatan dari usaha lain. Oleh karena itu, ia merasa masih cukup terpenuhi kebutuhannya dengan hasil kerjanya yang lain. Sebelum menjadi wali kota, ia telah memiliki usaha mebel rumah dan taman, bahkan telah eksis di beberapa negara. Usaha ini tetap ia jalankan setelah terpilih menjadi wali kota.
“Kami hidupnya dari income yang lain. Saya enggak pernah pakai gaji saya. Hanya tanda tangan slip gajinya, tapi enggak pernah lihat uangnya,” imbuhnya.
Selama menjabat, Joko menambahkan, ia tak pernah sekali pun melakukan lobi terkait dengan program-program kegiatannya dengan anggota Dewan. “Saya enggak suka melobi ke Dewan. Takutnya malah jadi ada deal-deal yang enggak jelas. Selama hampir lima tahun menjabat wali kota, kalau saya punya program, saya berikan pada koran minta dipublikasikan. Setelah itu, akan ketahuan dan terkumpul pendapat masyarakat. Nah, kalau setuju, baru saya jalankan program itu. Kalau tidak setuju, ya dikaji lagi,” katanya.
Namun, Joko tak mau menceritakan lebih jauh lagi mengenai alasan yang melatari untuk tidak menerima gaji sebagai Wali Kota Solo. Ia hanya berharap bisa bekerja dan melakukan yang terbaik untuk Kota Solo.
“Enggak usah ditanya lagi soal itu. Tadi itu saya terpaksa ngomong karena ada yang bertanya dalam seminar. Saya tidak ingin membahas soal itu,” katanya sembari tertawa.
Joko Widodo telah dua kali terpilih menjadi Wali Kota Solo. Pria yang biasa disapa Jokowi ini terpilih untuk pertama kali tahun 2005, dan terpilih kembali untuk masa jabatan 2010-2015.
22 DESEMBER 2008

JOKO WIDODO, WALI KOTA SURAKARTA

SEMUANYA berawal pada 2005. Joko Widodo, yang baru dilantik menjadi Wali Kota Surakarta, membentuk tim kecil untuk mensurvei keinginan warga kota di tepian Sungai Bengawan itu. Hasilnya: kebanyakan orang Solo ingin pedagang kaki lima yang memenuhi jalan dan taman di pusat kota disingkirkan.
Joko bingung. Ia tak ingin menempuh cara gampang: panggil polisi dan tentara, lalu usir pedagang itu pergi. “Dagangan itu hidup mereka. Bukan cuma perut sendiri, tapi juga keluarga, anak-anak,” katanya.
Tak bisa tidak: pedagang itu harus direlokasi. Tapi bagaimana caranya? Tiga wali kota sebelumnya angkat tangan. Para pedagang kaki lima mengancam akan membakar kantor wali kota kalau digusur. Di Solo, ancaman bakar bukan omong kosong. Sejak dibangun, kantor wali kota sudah dua kali-1998 dan 1999-dihanguskan massa.
Lalu muncul ide: untuk meluluhkan hati para pedagang, mereka harus diajak makan bersama. Dalam bisnis, jamuan makan yang sukses biasanya berakhir dengan kontrak yang bagus. Sebagai eksportir mebel 18 tahun, Joko tahu betul ampuhnya “lobi meja makan”.
Rencana disusun. Target pertama adalah kaki lima di daerah Banjarsari-kawasan paling elite di Solo. Di sana ada 989 pedagang yang bergabung dalam 11 paguyuban.
Aksi dimulai. Para koordinator paguyuban diajak makan siang di Loji Gandrung, rumah dinas wali kota. Tahu hendak dipindahkan, mereka datang membawa pengutus lembaga swadaya masyarakat. Joko menahan diri. Seusai makan, dia mempersilakan mereka pulang. Para pedagang kaki lima kecele. “Enggak ada dialog, Pak?” tanya mereka. “Enggak. Cuma makan siang, kok,” jawab Joko.
Tiga hari kemudian, mereka kembali diundang. Lagi-lagi cuma SMP-sudah makan pulang. Ini berlangsung terus selama tujuh bulan. Baru pada jamuan ke-54-saat itu semua pedagang kaki lima yang hendak dipindahkan hadir-Joko mengutarakan niatnya. “Bapak-bapak hendak saya pindahkan,” katanya. Tak ada yang membantah.
Para pedagang minta jaminan, di tempat yang baru, mereka tidak kehilangan pembeli. Joko tak berani. Dia cuma berjanji akan mengiklankan Pasar Klitikan-yang khusus dibangun untuk relokasi-selama empat bulan di televisi dan media cetak lokal. Janji itu dia tepati. Pemerintah kota juga memperlebar jalan ke sana dan membuat satu trayek angkutan kota.
Terakhir, mereka minta kios diberikan gratis. “Ini berat. Saya sempat tarik-ulur dengan Dewan,” kata Joko. Untungnya, Dewan bisa diyakinkan dan setuju. Jadilah para pedagang tak mengeluarkan uang untuk kios barunya. Sebagai gantinya, para pedagang harus membayar retribusi Rp 2.600 per hari. Joko yakin dalam delapan setengah tahun modal pemerintah Rp 9,8 miliar bisa kembali.
Boyongan pedagang dari Banjarsari ke Pasar Klitikan pada pertengahan tahun lalu berlangsung meriah. Bukannya dikejar-kejar seperti di kota lain, mereka pindah dengan senyum rasa bangga. Semua pedagang mengenakan pakaian adat Solo dan menyunggi tumpeng-simbol kemakmuran. Mereka juga dikawal prajurit keraton berpakaian lengkap.
“Orang bilang mereka nurut saya karena sudah diajak makan. Itu salah. Yang benar itu karena mereka diwongke, dimanusiakan,” kata Joko. Diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menurut Joko, membela wong cilik sebenarnya bukan perkara sulit. “Gampang. Pokoknya, pimpin dengan hati. Hadapi mereka sebagai sesama, bukan sampah,” katanya.
Kini warga Solo kembali menikmati jalan yang bersih, indah, dan teratur. Monumen Juang 1945 di Banjarsari kembali menjadi ruang terbuka hijau yang nyaman.
Berhasil dengan Banjarsari, Joko merambah kaki lima di wilayah lain. Untuk yang berada di jalan depan Stadion Manahan, sekitar 180 pedagang, dibuatkan shelter dan gerobak. Penjual makanan yang terkenal enak di beberapa wilayah dikumpulkan di Gladag Langen Bogan Solo, Gandekan. Lokasi kuliner yang hanya buka pada malam hari dengan menutup separuh Jalan Mayor Sunaryo tersebut sekarang menjadi tempat jajan paling ramai di kota itu.
Hingga kini, 52 persen dari 5.718 pedagang kaki lima sudah ditata. Sisanya mulai mendesak pemerintah kota agar diurus juga. “Sekarang kami yang kewalahan karena belum punya dana,” kata Joko, tertawa. Tapi rencana terus jalan. Januari mendatang, misalnya, akan dibuat Pasar Malam di depan Mangkunegaran untuk 450 penjual barang kerajinan.
Joko juga punya perhatian khusus pada pasar-pasar tradisional yang selama 30-an tahun tak pernah diurus. Tiga tahun terakhir, 12 pasar tradisional ditata dan dibangun ulang. Targetnya, ketika masa jabatannya berakhir pada 2010, sebagian besar dari 38 pasar tradisional Solo telah dibangun ulang.
Ketika masih mengelola sendiri usaha mebelnya, Joko sering bepergian untuk pameran. Dia banyak melihat pasar di negara lain. Di Hong Kong dan Cina, menurutnya, pengunjung pasar jauh lebih banyak dari mal. Itu karena pasar tradisional komplet, segar, dan jauh lebih murah.
Di sini kebalikan. Ibu-ibu lebih suka ke mal karena pasarnya kotor dan berbau. “Makanya pasar saya benahi,” katanya. Agar lebih menarik, tahun depan akan dibuat promosi: belanja di pasar dapat hadiah mobil.
Toh, tak sia-sia Joko ngopeni pedagang kecil. Meski modal cetek, pasar dan kaki lima di Solo paling banyak merekrut tenaga kerja. Mereka juga penyumbang terbesar pendapatan asli daerah. Tahun ini nilai pajak dan retribusi dari sektor itu mencapai Rp 14,2 miliar. Jauh lebih besar dibanding hotel, Rp 4 miliar, atau terminal, yang hanya Rp 3 miliar.
Luas: 44,04 kilometer persegi
Penduduk: 534.540 jiwa (2007)
Angka Kemiskinan: 29.764 keluarga, 105.603 jiwa (2007)
Kelurahan: 51
Potensi Ekonomi: Usaha kecil dan menengah
Belanja Daerah Vs Pendapatan (Miliar Rupiah)
2005 2006 2007
Pendapatan Asli Daerah 66,1 78,6 88
Anggaran Belanja 351,6 496,2 639,6
Pendapatan per Kapita (Juta Rupiah)
2005: 10,5
2006: 12,1
2007: 13,4
Joko Widodo
Tempat dan tanggal lahir: Surakarta, 21 Juni 1961 | Pendidikan: Sarjana Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1985) | Karier: – Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990) – Ketua Bidang Pertambangan dan Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996) – Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta (2002-2007) – Wali Kota Surakarta (2005-2010) | Penghargaan: – Kota Pro-Investasi dari Badan Penanaman Modal Daerah Jawa Tengah – Kota Layak Anak dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan – Wahana Nugraha dari Departemen Perhubungan – Sanitasi dan Penataan Permukiman Kumuh dari Departemen Pekerjaan Umum

Warga Solo makin marah dengan Gubernur Bibit Waluyo

By on 28 Juni 2011
Solo (Solopos.com) – Merebaknya kabar bahwa Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, telah menyebut Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi), bodoh, memantik reaksi keras dari warga Solo. Mereka menyerukan penolakan atas kehadiran Bibit Waluyo di Kota Bengawan.
Bibit Waluyo (JIBI/SOLOPOS/dok)
Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, sebagaimana dikutip dari Koran Tempo, menilai Walikota Solo bodoh. ”Walikota Solo itu bodoh, kebijakan Gubernur kok ditentang. Sekali lagi saya tanya, Solo itu masuk wilayah mana? Siapa yang mau membangun?” kata Bibit. Pernyataan keras dari Bibit itu dipicu oleh polemik pembangunan mal di bekas Pabrik Es Saripetojo Purwosari, Laweyan. Gubernur bersikukuh ingin mal dibangun dengan alasan tanah Saripetojo milik Pemprov Jateng. Namun, Pemkot Solo dan warga menilai bangunan itu masuk benda cagar budaya (BCB) sehingga tidak bisa dibongkar begitu saja.
Pernyataan Gubernur itu mendapat kritikan keras dari kalangan masyarakat Solo. Forum Komunikasi Masyarakat Surakarta (FKMS) menyerukan empat pernyataan sikap terkait pernyataan Gubernur Bibit Waluyo yang membodohkan Walikota Solo, Jokowi. FKMS menyatakan mosi tak percaya atas kepemimpinan Bibit Waluyo sebagai Gubernur Jateng. ”Bibit sebagai seorang Gubernur terbukti tak paham aturan hukum. Maka, kami menyatakan mosi tak percaya,” tegas Agus Anwari, perwakilan FKMS, Senin (27/6/2011).
Selain itu, FKMS mendesak DPRD Provinsi Jateng segera meminta pertanggungjawaban Gubernur Bibit Waluyo karena dinilai telah mengeluarkan kata-kata kasar dan tak sopan kepada Walikota Solo. Sebagai warga Solo, tegas Anwari, pernyataan Bibit yang membodohkan Jokowi sama dengan memancing amarah warga Solo. ”DPRD harus meminta pertanggungjawaban dari Bibit. Apakah Gubernur dibenarkan berkata seperti itu?” tegasnya.
Tak hanya itu, FKMS meminta warga Solo bersatu menolak kedatangan Bibit Waluyo di Solo. Sebab, mereka menilai pernyataan Bibit sama dengan menghina martabat warga Solo secara keseluruhan. Bahkan FKMS meminta masyarakat Jawa Tengah bersama-sama menurunkan Bibit Waluyo.
Menanggapi pernyataan Gubernur itu, Jokowi mengaku ikhlas. Walikota Solo dua periode itu bahkan dengan rendah hati mengatakan pernyataan Gubernur Jateng tersebut mungkin memang ada benarnya. ”Ya memang kenyataanya saya itu bodoh. Saya masih harus belajar banyak,” katanya kepada wartawan. Meski demikian, secara pribadi Jokowi sempat kaget atas pernyataan Gubernur Jateng yang membodohkan dirinya. ”Sore itu (Minggu sore-red) saya ditelepon banyak wartawan. Pak Jokowi, Pak Bibit bilang Anda itu bodoh. Bagaimana tanggapannya?” kata Jokowi menirukan ucapan sejumlah wartawan. Dengan enteng, Jokowi pun menimpalinya. ”Saya memang bodoh. Dan heran saya, kenapa orang Solo memilih orang bodoh macam saya untuk jadi Walikota dua periode,” timpalnya.
Pernyataan keras muncul dari kalangan legislatif. Kalangan DPRD Solo menegaskan segera mengambil sikap untuk menindaklanjuti pernyataan Bibit yang dinilai tak punya etika. ”Itu omongan macam apa. Gubernur enggak punya tata krama sama sekali,” kecam Ketua Komisi III, Honda Hendarto. Politisi PDIP tersebut menilai Bibit ketakutan melihat prestasi Walikota Solo yang akan menggeser posisi dirinya. ”Itu pernyataan orang panik. Dia takut jika Pak Jokowi diminta maju sebagai Gubernur,” tandasnya.
Revolusi dari Kota Solo…
KOMPAS.com – Ribuan warga bertepuk tangan meriah, Minggu (20/2/2011), tatkala kain putih selubung railbus Solo—kereta baru pengumpan Solo-Wonogiri—dilucuti. Luar biasa dan mengharukan! Sambutan warga tetap meriah di tengah guyuran hujan deras di Jalan Slamet Riyadi di pusat Kota Solo itu.
Railbus buatan PT Inka, Madiun, dengan dana dari Ditjen Perkeretaapian itu akan melayani jalur Solo-Wonogiri. Angkutan ini mengantar penumpang dari Wonogiri ke pusat kota.
Solo. Inilah kota yang memilih mempertahankan transportasi massal ketimbang mengaspal rel kereta api seperti kota lainnya.
Dengan bijaksana, Wali Kota Solo Joko Widodo memilih mengucurkan uang rakyat untuk membeli bus tingkat wisata, yang bersama dengan railbus, diresmikan oleh Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/02/22/07593339/Revolusi.dari.Kota.Solo
(Solopos.com)–Railbus Batara Kresna kembali masuk kandang alias belum bisa beroperasi, Rabu (27/7/2011), menyusul belum adanya kepastian tarif penumpang.
Di sisi lain Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi) meminta tarif railbus terjangkau masyarakat semua kalangan. Menurut Walikota yang santer digadang-gadang menjadi Gubernur Jateng dan DKI Jakarta itu tarif railbus idealnya Rp 3.000 hingga Rp 4.000. Batas maksimal tarif railbus Rp 5.000 hingga Rp 6.000.
Penjelasan itu disampaikan Walikota saat ditemui wartawan di Loji Gandrung Rabu siang. “Menurut saya Batara Kresna lebih kepada pelayanan masyarakat, jangan terlalu komersil,” ujarnya.
Jokowi menjelaskan dalam waktu dekat akan membahas tarif Batara Kresna bersama PT Kereta Api (KA) selaku pengoperasional railbus. Termasuk membahas kalkulasi angka tarif Rp 30.000 yang disampaikan Kepala Humas PT KA Daops VI Jogjakarta, Eko Budiyanto. Hanya saja waktu pertemuan belum dapat dipastikan.
Menurut Walikota seharusnya tarif Batara Kresna tidak terlalu jauh dari tarif KA feeder Solo-Sukoharjo-Wonogiri yang hanya Rp 3.000. “Bila Rp 30.000 ya mahal sekali, yang mau naik siapa,” imbuhnya.
http://www.solopos.com/2011/solo/railbus-batara-kresna-kembali-dikandangkan-108825

Tidak ada komentar: